Melawan Dampak Perubahan Iklim Dengan Penerapan Teknologi Building Information Modelling/ BIM

Melawan Krisis Perubahan Iklim dengan Penerapan Teknologi Building Information Modelling (BIM)

Perubahan iklim kian terasa hingga mempengaruhi  alam dan kehidupan manusia seperti menurunnya kualitas dan kuantitas air, semakin sempitnya lahan hutan, lahan pertanian, pemanasan global, dan perubahan lainnya (ditjenppi.menlhk.go.id). Melihat kenyataan tersebut, tentunya kita harus mencari solusi dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim, salah satunya pemanasan global yang berdampak pada kenaikan temperatur bumi.

 Peningkatan suhu rata-rata harian akibat pemanasan global, setidaknya 0,74°C pertahun selama dua dekade terakhir dengan dampak yang paling terasa adalah di daratan (UNEP, 2007). Berdasarkan data dari World Green Building Council diketahui bahwa bangunan gedung setidaknya menyumbangkan 33% emisi CO2, mengkonsumsi 17% air bersih, 25% produk kayu, 30-40% penggunaan bahan mentah dan 40-50% penggunaan energi untuk pembangunan dan operasionalnya. Persentase terbesar pemanfaatan energi pada bangunan adalah pada sektor operasional, yang secara spesifik digunakan untuk pemanasan, pendinginan maupun pencahayaan bangunan (greenbuilding.jakarta.go.id).

Untuk itu, Kementerian PUPR menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Konstruksi Berkelanjutan. Hal ini sebagai kontribusi Kementerian PUPR dalam melakukan perlawanan terhadap krisis perubahan iklim.

Peraturan tersebut tersebut dibangun di atas 3 pilar, salah satu diantaranya adalah penyelenggaraan jasa konstruksi untuk mendirikan bangunan gedung dan/atau bangunan sipil harus menerapkan konstruksi berkelanjutan yang menjaga pelestarian lingkungan. Pelestarian lingkungan yang dimaksud merupakan penyelenggaraan konstruksi yang mempertahankan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, memanfaatkan sumber daya secara efisien, dan meminimalkan dampak lingkungan. Selanjutnya, penyelenggaraan konstruksi berkelanjutan dilakukan secara terpadu dan efisien dengan memperhatikan: prinsip Konstruksi ramping dan  penggunaan teknologi pemodelan informasi bangunan atau building information modelling (BIM).

Di dalam lampiran Permen PUPR Nomor 9 Tahun 2021 butir 10 menyebutkan bahwa BIM adalah representasi digital dari karakter fisik dan karakter fungsional pada suatu bangunan, dimana di dalamnya terkandung semua informasi mengenai elemen-elemen bangunan tersebut yang digunakan sebagai basis pengambilan keputusan dalam proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi dan masa operasi bangunan serta masa pembongkaran dan pembangunan kembali yang membentuk aset digital yang merupakan suatu kembaran dari kondisi fisik sesungguhnya (digital twin).

Teknologi BIM turut memberikan kontribusi dalam mengatasi perubahan iklim, diantaranya: model informasi yang dihasilkan digunakan secara berkelanjutan sejak tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap operasi dan pemeliharaan termasuk renovasi, pembongkaran dan pekerjaan konstruksi bangunan baru di kemudian hari. Dalam implementasinya, penggunaan teknologi BIM dapat dilakukan clash detection serta analisis energi, efisiensi material, dan analisis keberlanjutan sehingga lebih efisien dalam penggunaan energi yang tentunya menghemat biaya dan waktu.

Beberapa keunggulan BIM lainnya yaitu: membantu mengurangi jejak karbon bangunan dan mengurangi jumlah energi yang dikonsumsi bangunan, biaya membangun dan memelihara struktur hingga 20% ; membantu memvisualisasikan proyek konstruksi pada setiap fase dalam proses konstruksi ; meningkatkan efisiensi energi proses konstruksi melalui simulasi penggunaan energi secara digital ; melalui platform Common Data Environment (CDE) memungkinkan komunikasi dan pertukaran data dilakukan tanpa bertatap muka sehingga mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan mengurangi penggunaan kertas ; serta mampu menampilkan detail secara terperinci dan terukur, misalnya pemilihan penggunaan material konstruksi yang telah mendapatkan sertifikat industri hijau ataupun SNI dari Kementerian Perindustrian.

Dikutip dari jurnal Creative Construction Conference 2016, berjudul “Enhancing Facility Management through BIM 6D” oleh Nicał dan Wodyński, disebutkan bahwa UK Green Building Council memperingatkan bahwa operasi gedung menyumbang sekitar 40% dari energi global konsumsi dan 30% emisi gas rumah kaca karbon dan dengan sistem berbasis BIM berkelanjutan, memungkinkan dilakukannya simulasi dan evaluasi energi kompleks secara efisien dengan mengintegrasikan informasi terkait energi di seluruh siklus hidup aset bangunan.

General Service Administration (GSA), organisasi pemerintahan utama di Amerika Serikat yang mengimplementasikan BIM di sektor fasilitas umum, bekerja sama dengan organisasi industri real estate dan properti dunia membuat demonstrasi pengaplikasian desain hemat enegi pada proyek San Fransisco Federal Building Project dengan memotong 50% energi yang dibutuhkan bangunan kantor pada umumnya. Dengan konsep ini, bangunan didesain dengan lebar yang optimal dengan memanfaatkan pencahayaan dan penghawaan secara alami. Penerapan BIM di proyek ini mendukung perangkat dasar yang dibutuhkan untuk integrasi desain awal konsultan perancangan, struktur, mekanikal elektrikal dan plumbing (MEP) (civil-eng.binus.ac.id).

Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 13 Tahun 2020, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi melalui Direktorat Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi mendapatkan mandat untuk melakukan pembinaan di bidang teknologi konstruksi, termasuk melakukan seminar dan pelatihan teknologi BIM kepada masyarakat jasa konstruksi. Hal ini untuk memperkenalkan teknologi BIM seluas-luasnya kepada masyarakat, agar masyarakat mampu mengikuti perkembangan teknologi, mengoperasionalisasikan dan mendapatkan keuntungan maksimal dari penggunaan teknologi BIM ini. Dengan demikian diharapkan tercapai efisiensi energi yang memberikan kontribusi positif dalam mengurangi dampak perubahan iklim.*

SEBARKAN ARTIKEL INI!