Leave No One Behind at Indonesian Construction

Sering mendengar istilah disabilitas dan difabel? Apakah pengertiannya sama atau berbeda? Apasih Disabilitas itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disabilitas adalah keadaan yang membatasi kemampuan fisik dan mental seseorang, seperti sakit atau cedera. Disabilitas juga diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu karena keterbatasan yang dimilikinya, sedangkan difabel adalah penyandang cacat, yaitu seseorang yang memiliki kekurangan atau keterbatasan fisik atau mental yang menyebabkannya tidak dapat melakukan aktivitas seperti orang normal. Jadi beda ya, difabel itu penyandangnya disabilitas itu keadaannya.

Menurut laporan Survei Global tahun 2023, 16% dari populasi dunia adalah penyandang disabilitas dengan 80% totalnya tinggal di belahan bumi selatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia tercatat sebanyak 22,97 juta orang atau sekitar 8,5% dari total populasi Indonesia.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015 membentuk kesepakatan bersama para anggotanya yang dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). SDGs merupakan serangkaian 17 tujuan yang bertujuan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan bagi semua orang. SDGs memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan isu disabilitas. Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam setiap tujuan SDGs, banyak di antaranya yang relevan dengan upaya memastikan inklusi dan kesetaraan bagi individu dengan disabilitas. Pada intinya, SDGs berkomitmen untuk “tidak ada yang tertinggal” (Leave No One Behind), yang mencakup penyandang disabilitas. “Leave No One Behind” yang menekankan pentingnya memperhatikan kelompok marginal, termasuk penyandang disabilitas.

Pemerintah Indonesia menjamin kelangsungan hidup setiap warga negaranya tidak terkecuali penyandang disabilitas. Penyandang Disabilitas menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 menandai perubahan paradigma tentang Penyandang Disabilitas, yang tidak lagi dipandang sebagai objek yang perlu diberikan bantuan (charity-based) namun sebagai subjek yang diberikan jaminan terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak asasi manusia (human rightsbased). Pemerintah pun berkomitmen melaksanakan mandat dari UU tersebut dengan telah terbitnya beberapa PP dan Perpres sebagai turunan undang-undang sehingga implementasi di tingkat masyarakat seharusnya telah dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hak penyandang disabilitas telah dijamin dengan baik, antara lain kaitannya dengan kesempatan dalam bekerja, yaitu pada pasal 11 tentang Hak pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi, yang meliputi hak memperoleh pekerjaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta tanpa Diskriminasi.

Peran dan sinergi semua pemangku kepentingan sangat dibutuhkan dalam mewujudkan amanat undang-undang tersebut, antara lain sinergi antara kementerian/lembaga, perangkat daerah provinsi dan kabupaten/kota, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat, organisasi, komunitas, dan pemangku kepentingan lainnya agar bersifat saling mendukung satu sama lain sehingga terwujud pembangunan menyeluruh bagi disabilitas secara optimal.

Sejalan dengan implementasinya, Undang-Undang Cipta Kerja mengatur tentang kewajiban perusahaan untuk memberikan kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas untuk bekerja, sesuai dengan kemampuan dan kualifikasi yang dimiliki oleh penyandang disabilitas. UU Cipta Kerja mengatur tentang peningkatan keterampilan kerja, yang termasuk pelatihan-pelatihan keterampilan bagi pekerja, termasuk penyandang disabilitas. Hal ini memberi peluang lebih besar untuk meningkatkan kompetensi mereka dan memasuki pasar kerja. UU Cipta Kerja memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah dan lembaga-lembaga terkait untuk memberikan insentif kepada perusahaan yang mempekerjakan penyandang disabilitas. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan bagi kelompok yang terpinggirkan, termasuk penyandang disabilitas, sehingga dapat lebih mudah berpartisipasi dalam ekonomi nasional. Penyandang disabilitas dapat memperoleh manfaat dari kebijakan yang mendorong aksesibilitas, pelatihan keterampilan, kesempatan bekerja, serta perlindungan jaminan sosial yang lebih baik.

Salah satu kesempatan bekerja untuk penyandang disabilitas adalah bekerja sebagai tenaga kerja konstruksi. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang mengatur tentang penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan konstruksi di Indonesia. UU ini bertujuan untuk menciptakan industri jasa konstruksi yang berkualitas, aman, efisien, dan berkelanjutan, serta untuk memastikan keterlibatan berbagai pihak dalam kegiatan konstruksi, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Sejalan dengan UU Cipta Kerja, penyandang disabilitas diharapkan dapat menjadi bagian dalam pelaksanaan kegiatan konstruksi di Indonesia.

Gambar 1. Pembukaan kegiatan Pelatihan Keterampilan Pertukangan bagi Penyandang Disabilitas

Kemitraan Indonesia Australia Untuk Infrastruktur (KIAT) berkolaborasi dengan Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Belitung melaksanakan kegiatan Pelatihan Keterampilan Kerja Pertukangan bagi Penyandang Disabilitas pada hari Selasa-Jum’at, tanggal 05-08 November 2024. Kegiatan diikuti oleh 17 (tujuh belas) penyandang disabilitas yang berasal dari Kabupaten Belitung Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 17 (tujuh belas) peserta kegiatan dengan disabilitas tuna rungu, tuna daksa dan tuna grahita ringan. Pelatihan tersebut bertujuan mewujudkan meningkatkan keterampilan kerja sehingga membuka lapangan kerja bagi para penyandang disabilitas.

Gambar 2. Pemberian Kompetensi kepada Penyandang Disabilitas

Selanjutnya, Kementerian Pekerjaan Umum melalui Balai Jasa Konstruksi Wilayah II Palembang bekerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Belitung dan Ikatan Keluarga Penyandang Disabilitas Belitung (IKPDB) mengadakan Kegiatan Sertifikasi Kompetensi Konstruksi Bagi Penyandang Disabilitas di Kabupaten Belitung Tahun Anggaran 2024 pada hari Sabtu, tanggal 09 November 2024. Bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Astekindo Konstruksi Mandiri, ketujuh belas peserta melaksanakan asesmen dengan 6 (enam) peserta untuk jabatan kerja Tukang Pasang Bata Level 1, 5 (lima) peserta untuk jabatan kerja Tukang Plester Bangunan Gedung Level 1, dan 6 (enam) peserta untuk jabatan kerja Tukang Cat Bangunan Gedung level 1.

Gambar 3.  Asesmen kepada Penyandang Disabilitas
Gambar 4.  Asesmen kepada Penyandang Disabilitas

Kegiatan ini selaras dalam misi ke-4 (empat) Asta Cita yang diusung oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka yaitu “Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas”. Diharapkan penyandang disabilitas dapat mandiri secara ekonomi dan sosial dalam bidang Jasa Konstruksi dan kegiatan positif serupa dapat diadaptasi di wilayah lain.

SEBARKAN ARTIKEL INI!