Sebagai upaya reformasi peraturan jasa konstruksi, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021. Sesuai regulasi tersebut, meningkatnya kompetensi, profesionalitas, dan produktivitas tenaga kerja konstruksi nasional serta meningkatnya partisipasi masyarakat jasa konstruksi adalah tanggung jawab pemerintah pusat. Sebagai salah satu bentuk tanggung jawab, pemerintah mengikutsertakan masyarakat jasa konstruksi dalam melaksanakan sebagian kewenangan pemerintah pusat melalui Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Salah satu peran masyarakat jasa konstruksi adalah memiliki kewenangan penerbitan sertifikasi kompetensi kerja konstruksi.
Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2017 secara jelas mengamanahkan kewajiban sertifikasi kompetensi bagi seluruh tenaga kerja konstruksi melalui proses uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja. Telah dijabarkan pada peraturan turunannya, bahwa uji kompetensi ini dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi profesi dan dilaksanakan dengan metode uji tulis, uji praktik atau observasi lapangan, dan atau wawancara. Lembaga sertifikasi profesi merupakan lembaga yang melaksanakan kegiatan sertifikasi profesi yang telah mendapatkan lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
Lalu, siapa yang berhak membentuk lembaga sertifikasi profesi sebagai lembaga pelaksana sertifikasi kompetensi kerja konstruksi? Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021, lembaga sertifikasi profesi dibentuk oleh asosiasi profesi terakreditasi, serta lembaga pendidikan dan pelatihan kerja yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Asosiasi profesi terakreditasi telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Nomor 1410 Tahun 2020 tentang Asosiasi Badan Usaha Jasa Konstruksi, Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi dan Asosiasi Terkait Rantai Pasok Jasa Konstruksi Terakreditasi. Dengan terakreditasinya asosiasi profesi, hal ini menjadi sebuah jaminan kelayakan asosiasi dalam mendirikan lembaga sertifikasi yang kredibel. Lembaga sertifikasi profesi yang dibentuk oleh asosiasi profesi terakreditasi memberikan layanan sertifikasi kompetensi kerja dengan lingkup klasifikasi dan subklasifikasi sesuai asosiasi pembentuknya dengan jenjang kualifikasi operator, teknisi atau analis, dan ahli. Berdasarkan pada ruang lingkup dan klasifikasinya, lembaga sertifikasi profesi yang dibentuk oleh asosiasi profesi ini dikategorikan dalam lembaga sertifikasi profesi pihak ketiga.
Selain dibentuk oleh asosiasi profesi terakreditasi, lembaga sertifikasi profesi juga dapat dibentuk oleh lembaga pendidikan dan pelatihan kerja. Lembaga pendidikan yang dapat membentuk lembaga sertifikasi profesi diantaranya Sekolah Menengah Kejuruan dan Politeknik / Perguruan Tinggi. Lembaga sertifikasi dengan unsur pembentuknya adalah lembaga pendidikan hanya dapat memberikan layanan sertifikasi kepada peserta didik lulusan dari lembaga pendidikan tersebut. Bagi perguruan tinggi dapat memberikan layanan pada jenjang kualifikasi ahli, politeknik untuk jenjang analis atau teknisi, dan sekolah menengah bagi jenjang operator.
Lembaga pelatihan yang sesuai peraturan dapat membentuk lembaga sertifikasi profesi diantaranya adalah lembaga pelatihan kerja swasta, lembaga pelatihan kerja pemerintah, dan lembaga pelatihan kerja perusahaan. Tentunya lembaga pendidikan dan pelatihan yang dapat membentuk lembaga sertifikasi profesi memiliki batasan-batasan tertentu. Lembaga pendidikan dan pelatihan wajib melakukan registrasi kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Selain itu, lembaga pendidikan dan pelatihan wajib memiliki program pendidikan dan/atau pelatihan di bidang jasa konstruksi, memiliki instruktur atau tenaga pengajar, dan sarana dan prasarana pendidikan dan/atau pelatihan kerja sesuai pedoman pelatihan berbasis kompetensi suatu jabatan kerja. Hal menjadi sebuah persyaratan dalam rangka menjamin kelayakan lembaga sertifikasi profesi tersebut. Sesuai dengan kategorinya, lembaga sertifikasi profesi yang berasal dari lembaga pendidikan dan pelatihan ini merupakan lembaga sertifikasi profesi pihak kesatu.
Pedoman pembentukan lembaga sertifikasi profesi secara gamblang tertuang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan merujuk kepada Peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi Nomor 2 Tahun 2014, tugas, tanggung jawab, wewenang dan struktur organisasi lembaga sertifikasi profesi, proses pembentukan lembaga sertifikasi profesi dapat dengan mudah dipedomani oleh asosiasi profesi terakreditasi maupun lembaga pendidikan dan pelatihan dalam rangka pembentukan lembaga sertifikasi. Unsur atau perangkat kerja harus dipenuhi dalam rangka pembentukan lembaga sertifikasi profesi, diantaranya wajib tersedia standar kompetensi, skema kompetensi dan perangkat asesmen, tempat uji kompetensi, asesor kompetensi, dan sistem pengendalian pelaksanaan sertifikasi.
Pemerintah terus mendorong melalui penerbitan regulasi yang bertujuan untuk membentuk lembaga sertifikasi profesi yang professional. Ketentuan mulai dari pembentukan hingga operasionalisasi lembaga sertifikasi profesi telah jelas tertuang dalam peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, maupun surat edaran. Terkait dukungan pelaksanaan sertifikasi, telah diterbitkan Keputusan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 559/KPTS/M/2021 tentang Penetapan Besaran Biaya Sertifikasi Kerja Konstruksi dan Sertifikasi Badan Usaha Jasa Konstruksi yang Dilaksanakan Oleh Lembaga Sertifikasi Bidang Jasa Konstruksi. Regulasi ini dimaksudkan tak lain untuk mendukung operasionalisasi lembaga sertifikasi bidang jasa konstruksi.
Terbaru, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 03/SE/LPJK/2021 tentang Pedoman Pemberian Rekomendasi Lisensi Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Pencatatan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Terlisensi. Surat edaran ini merupakan pedoman dalam pemberian rekomendasi lisensi dan pencatatan lembaga sertifikasi profesi terlisensi agar proses tersebut dapat berjalan dengan tertib dan sesuai prosedur. Sesuai aturan tersebut, lembaga sertifikasi profesi baru wajib mengajukan permohonan rekomendasi kepada Menteri. Menteri PUPR melalui Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi memberikan rekomendasi lisensi kepada lembaga sertifikasi profesi, sehingga Badan Nasional Sertifikasi Profesi dapat memberikan lisensi. Dengan demikian, lembaga sertifikasi profesi tersebut memiliki kewenangan penerbitan Sertifikasi Kompetensi Kerja Konstruksi. Setelah terlisensi, maka lembaga sertifikasi profesi tersebut wajib mencatatkan diri kepada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Disinilah masayarakat jasa konstruksi berperan dan berkiprah dalam peningkatan kompetensi, profesionalitas, dan produktivitas tenaga kerja konstruksi nasional.
Lembaga sertifikasi profesi diharapkan tidak hanya berfokus pada proses pembentukan dan operasionalisasinya, tetapi lebih daripada itu. Dalam rangka sertifikasi tenaga kerja konstruksi, lembaga sertifikasi profesi diharapkan menjadi lembaga yang profesional dengan menerapkan metode dan aturan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Perlu diketahui juga bahwa, bagi lembaga sertifikasi profesi yang tidak mengikuti ketentuan yang berlaku, sanksi sudah siap menunggu, mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, pembekuan lisensi hingga pencabutan lisensi. Tentunya hal-hal seperti ini bukanlah yang kita inginkan, untuk itu setiap lembaga sertifikasi profesi harus bertanggung jawab terhadap kualitas dan kredibilitas sertifikat yang diterbitkannya. (PA/TW)