Berkembang pesatnya Pembangunan Infrastruktur, berdampak pada meningkatnya bidang usaha jasa konstruksi. Namun yang belum banyak disadari, bidang usaha ini masih rentan terhadap perselisihan antara pengguna dan penyedia jasa yang tidak jarang berakhir di pengadilan, dikarenakan salah satu pihak melanggar kontrak kerja konstruksi.
Berkembang pesatnya Pembangunan Infrastruktur, berdampak pada meningkatnya bidang usaha jasa konstruksi. Namun yang belum banyak disadari, bidang usaha ini masih rentan terhadap perselisihan antara pengguna dan penyedia jasa yang tidak jarang berakhir di pengadilan, dikarenakan salah satu pihak melanggar kontrak kerja konstruksi.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi, Kementerian PUPR, Yusid Toyib mengatakan permasalahan yang sering timbul antara penyedia jasa dan pengguna jasa di bidang usaha jasa konstruksi diakibatkan kurangnya pemahaman tentang dokumen-dokumen Kontrak.
“Saya berharap bagi pengguna atau penyedia jasa harus benar-benar bisa memahami dokumen-dokumen yang akan di Kontrak-an, sehingga pekerjaan konstruksi tidak akan terhambat” tungkas Yusid yang disampaikan pada Seminar Jasa Konstruksi Kontrak Kerja Konstruksi (UU No 2 Tahun 2017), Rabu (5/4) di Palembang.
Undang-Undang No 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi sendiri secara spesifik menyebutkan bahwa kontak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi.
Sengketa konstruksi yang terjadi saat proses penyelenggaraan jasa konstruksi memerlukan suatu mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase atau di luar pengadilan. Hal ini mengingat penyelesaian sengketa konstruksi lewat peradilan umum cenderung memakan waktu sehingga pengerjaan proyek dikhawatirkan mangkrak. Lembaga arbitrase dalam negeri diharapkan mampu menjadi lembaga penyelesaian sengketa yang efisien dan efektif bagi para pelaku usaha. Sehingga tercipta iklim usaha yang kondusif, transparan, persaingan usaha yang sehat, hingga keterbukaan informasi serta jaminan kesetaraan hak dan kewajiban antara pengguna jasa dan penyedia jasa.
Lebih lanjut perwakilan dari Kemenko Perekonomian RI, Bastari Panji Indra sebagai Narasumber dalam acara Seminar Jasa Konstruksi menjelaskan UU no 2 Tahun 2017 adalah Payung penyelenggaraan jasa konstruksi, terutama percepatan Infrastrukur yang berada di daerah agar tidak hanya bergantung kepada dana APBN/APBD. Solusi dari keterbatasan anggaran tersebut bisa diatasi dengan melibatkan partisipasi dari badan usaha dan swasta.
“Kerjasama Pemerintah Badan Usaha di Kementerian PUPR akan menjadi program membuka peluang adanya perbaikan infrastruktur dan pemerataan pembangunan yang ada di daerah” tambah Bastari.
Sementara itu, Walikota Palembang dalam hal ini yang diwakili oleh Asisten II bidang Ekonomi dan Pembangunan Daerah, menyampaikan bahwa Pembangunan Infrastruktur di wilayah Sumatera Selatan khususnya Palembang saat ini mengalami kemajuan yang cukup pesat. Oleh karenanya Jasa konstruksi mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan fisik dan ekonomi, karena pekerjaan jasa kontruksi dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, baik tenaga ahli maupun tenaga terampil. “Saya berharap kerjasama antara pemerintah daerah dengan pusat bisa berjalan dinamis dalam upaya mewudjudkan visi, misi kota Palembang untuk peningkatan infrastruktur yang bekualias” terang Dharma.
Seusai pembukaan acara, dilakukan pengukuhan Dewan Kepengurusan Himpunan Ahli Kontrak Konstruksi Indonesia (HAKKI) untuk provinsi Sumatera Selatan, oleh Yusid Toyib selaku Ketua Umum HAKKI. “Saya harapkan dewan pengurus HAKKI bekerja secara komprehensif untuk membuat industri konstruksi lebih baik lagi, dan juga meminimalisir jumlah sengketa konstruksi yang terjadi di Indonesia” ucap Yusid Toyib.
Seminar Jasa konstruksi ini turut menghadirkan para pembicara narasumber seperti: Sekretaris Jenderal Bina Kontruksi, Panani Kesai ; Perwakilan dari BADAPSKI, Sarwono Hardjomuljadi ; dan lain sebagainya. (har/tw)