REMUNERASI JADI KUNCI MAJUNYA TENAGA AHLI KONSTRUKSI DI INDONESIA

“3 Hal penting yang harus diperhatikan untuk memajukan tenaga ahli konstruksi di Indonesia, yaitu remunerasi tenaga ahli, kualitas dan kuantitas tenaga ahli konsultan bidang konstruksi”, demikian disampaikan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin dalam acara Focus Group Discusion (FGD) Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) “Menuju Tahun Emas INKINDO 2029”, Selasa (10/07) di Jakarta.

“3 Hal penting yang harus diperhatikan untuk memajukan tenaga ahli konstruksi di Indonesia, yaitu remunerasi tenaga ahli, kualitas dan kuantitas tenaga ahli konsultan bidang konstruksi”, demikian disampaikan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin dalam acara Focus Group Discusion (FGD) Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) “Menuju Tahun Emas INKINDO 2029”, Selasa (10/07) di Jakarta.

Menurutnya remunerasi tenaga ahli sudah diatur sangat jelas dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2017, dimana standar peraturan remunerasi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri PUPR No 897 tahun 2017 dan PERMEN PUPR No 19 tahun 2017 tentang remunerasi standar dan besaran minimal tenaga kerja konstruksi pada jenjang jabatan ahli untuk layanan jasa konsultasi konstruksi.

Peraturan Menteri No 19 Tahun 2017 tersebut menjelaskan norma-norma yang meliputi tenaga kerja konstruksi pada jenjang jabatan ahli, standar remunirasi minimal, indeks standar remunerasi minimal per daerah provinsi. Sementara dalam Kepmen No 897 tahun 2017 sudah menentukan besaran minimal berdasarkan pengalaman profesi yang setara dan tingkat pendidikan dan indeks standar remunerasi minimal per-provinsi.

“Seharusnya standar remunerasi yang sudah di tetapkan ini segera diimplementasikan. Hal ini untuk menghargai jasa para konsultan khususnya bidang konstruksi. Apabila ada tambahan dari besaran yang sudah ditetapkan itu bukan menjadi persoalan, karena perbedaan tersebut terletak pada kinerja konsultan masing-masing.” Tambah Syarif

Syarif juga mengingatkan Ikatan Nasional Konsultasi Indonesia (INKINDO) agar tenaga ahli konsultan konstruksi harus memiliki sertifikat. “Karena Sertifikat bukan syarat melainkan kewajiban yang harus dipunyai individu tenaga ahli, karena sertifikasi menjadi bentuk pengakuan kemampuan baik secara kualitas dan kuantitas konsultan berdasarkan klasifikasi Madya, Muda, dan Utama.” Ujar Syarif

Syarif menambahkan bahwa saat ini berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) data klasifikasi madya sebanyak 70.000, muda 20.000, dan utama 7000. Terjadi selisih yang terlalu jauh antara tenaga ahli konstruksi dengan klasifikasi madya dengan utama, sehingga diharapkan INKINDO turut berperan dalam memberikan sertifikasi kepada tenaga ahli konsultan klasifikasi madya menjadi muda dan tenaga ahli konsultasi muda menjadi utama. (dri)

SEBARKAN ARTIKEL INI!