Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan 19 Politeknik yang tersebar di Indonesia menandatangani dokumen kerjasama “Skema Sertifikasi untuk Politeknik Bidang Konstruksi” di Jakarta, Rabu (17/2). Kerjasama ini dilaksanakan dalam rangka link and match antara kebutuhan Badan Usaha Jasa Konstruksi terhadap tenaga terampil kompeten yang bersumber dari dunia pendidikan, khususnya politeknik.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan 19 Politeknik yang tersebar di Indonesia menandatangani dokumen kerjasama “Skema Sertifikasi untuk Politeknik Bidang Konstruksi” di Jakarta, Rabu (17/2). Kerjasama ini dilaksanakan dalam rangka link and match antara kebutuhan Badan Usaha Jasa Konstruksi terhadap tenaga terampil kompeten yang bersumber dari dunia pendidikan, khususnya politeknik.
Kegiatan penandatanganan yang dilaksanakan diantaranya adalah MoU antara Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi. Kemudian perjanjian kerjasama antara Direktorat Jenderal Bina Konstruksi dengan 19 Politeknik di Indonesia, yang akan menjadi payung hukum dalam melakukan kegiatan bersama yang didasarkan asas saling membantu, saling mendukung dan berdasarkan peraturan yang berlaku.
Dalam kegiatan ini juga akan dilakukan sosialisasi persiapan pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja bidang konstruksi yang meliputi sosialisasi skema sertifikasi D-IV. Dengan adanya pembekalan pelaksanaan sertifikasi serta pembekalan verifikasi tempat uji kompetensi diharapkan pelaksanaan sertifikasi kompetensi sesuai dengan kualitas atas output yang akan direncanakan. Kemudian bila pada saat pelaksanaan terdapat ketidaksesuaian maka harus dilakukan tindak koreksi untuk menjamin mutu uji kompetensi.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Yusid Toyib mengatakan kerjasama ini dilaksanakan dalam rangka link and match antara kebutuhan Badan Usaha Jasa Konstruksi terhadap tenaga terampil kompeten yang bersumber dari dunia pendidikan, khususnya politeknik.
Sebelumnya, kata Yusid, telah disusun sebanyak 21 skema sertifikasi untuk dapat dipakai sebagai acuan dunia pendidikan dan industri. “Ini berarti seluruh pihak berkomitmen dalam menjalankan skema sertifikasi ini sesuai dengan kewenangannya masing-masing,” katanya.
Menurutnya, skema sertifikasi ini dapat dijadikan sebagai acuan oleh seluruh politeknik dalam menyusun kurikulum pendidikan yang berbasis vocational untuk politeknik. Selain itu, ia menambahkan, skema ini juga dapat dijadikan acuan oleh industri untuk merekrut tenaga kerjanya.
Sementara oleh asesi dapat digunakan untuk mempersiapkan diri dalam mengikuti tes kompetensi bidang terkait, dan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) dapat dijadikan acuan dalam melakukan sertifikasi bidang jasa konstuksi.
Kepala BNSP, Sumarna F. Abdurahman mengatakan perkembangan sertifikasi di bidang konstruksi ini mempunyai progress yang baik. Kerjasama ini juga adalah yang pertama setelah 10 tahun yang dilaksanakan oleh tiga pilar yaitu antara Regulator (Kementerian PUPR), Sertifikasi (BNSP) dan Pendidikan (Politeknik).
“Hampir 10 tahun, baru kali ini tiga pilar tersebut dapat mewujudkan kerjasama, sebelumnya baru dua Ini merupakan model yang akan kami dorong di sektor lain,” tambah Sumarna.
Sumarna menyampaikan bahwa bagi BNSP dan Kementerian PUPR, MoU ini sangat penting sebagai upaya percepatan sertifikasi penyiapan kerja di bidang konstruksi dan ini sejalan dengan pembangunan infrastrutur yang masif saat ini dan juga untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Penerapan MEA menyebabkan terbukanya akses pasar tenaga kerja antar negara ASEAN, salah satu syaratnya utama yakni kompeten di bidangnya. Berdasarkan data BPS Tahun 2014, ada sekitar 7,3 juta tenaga kerja Indonesia yang bergerak di sektor konstruksi, sebanyak 6,55 persen diantaranya memiliki sertifikat kompetensi. Angka 6,55 persen ini diraih sejak lahirnya Undang-undang (UU) Jasa Konstruksi pada 1999 sampai sekarang (16 tahun).
Dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bina Konstruksi 2015-2019 untuk lima tahun ke depan, direncanakan ada penambahan sekitar 10 persen tenaga kerja konstruksi bersertifikat dari total 7,3 juta. 10 persen tenaga kerja konstruksi tersebut terdiri dari 10.000 orang tenaga ahli/manajer proyek terlatih dan 40.000 orang supervisor/foreman terlatih sebagai calon instruktur/asesor. Lalu 10.000 orang instruktur pelatihan/ asesor konstruksi dan 750.000 orang bersertifikat (50.000 orang insinyur konstruksi bersertifikat, 200.000 orang teknisi bersertifikat, dan 500.000 orang tenaga terampil bersertifikat).
Untuk mencapai target-target tersebut, tentu saja tidak mungkin untuk dilaksanakan sendiri namun harus diupayakan melalui kerja sama dengan seluruh pihak. Politeknik dan Badan Usaha Jasa Konstruksi merupakan salah satu mitra strategis yang penting untuk diajak kerja sama. Politeknik menghasilkan lulusan-lulusan yang siap kerja karena kurikulum pendidikannya langsung mengacu pada program vocational, sedangkan Badan Usaha Jasa Konstruksi dapat menampung tenaga kerja kompeten dari politeknik. (Dnd)