PEMERINTAH PUSAT, DAERAH, DAN LEMBAGA HARUS BERORIENTASI MELAYANI MASYARAKAT

Undang-Undang No 02 tahun 2007 tentang Jasa Konstruksi, menyebutkan bahwa masyarakat jasa konstruksi diikutsertakan dalam penyelenggaraan sebagian kewenangan Pemerintah pusat melalui satu lembaga yang dibentuk oleh Menteri yaitu Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang kemudian disebut dengan Lembaga.

Undang-Undang No  02 tahun 2007 tentang Jasa Konstruksi, menyebutkan bahwa masyarakat jasa konstruksi diikutsertakan  dalam penyelenggaraan sebagian kewenangan Pemerintah pusat melalui satu lembaga yang dibentuk oleh Menteri yaitu Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang kemudian disebut dengan Lembaga.  

Untuk membentuk sistem lembaga yang baru tersebut, Kementerian PUPR melalui Ditjen Bina Konstruksi mengadakan Konsultasi Publik Draft Rancangan Peraturan Menteri (RaPerMen)Lembaga sesuai Undang-Undang No 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi, Senin (30/04) di Jakarta. Dalam sambutannya Direktur Jenderal Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin menjelaskan konsep Pengaturan Lembaga yang di bentuk Menteri ini, selain memiliki kewenangan untuk melaksanakan penyelenggaraan sebagian urusan pemerintah pusat sesuai penjelasan Pasal 84 ayat 1 UUJK No 2 Tahub 2017 terdapat juga tambahan kewenangan dengan tujuan utama menjamin terselenggaranya kewenangan pemerintah dengan melibatkan masyarakat jasa konstruksi.

“Mengingat luasnya wilayah Indonesia, Lembaga membentuk unit kerja sebagai kantor perwakilan lembaga di provinsi untuk membantu pelaksanaan sebagian kewenangan” ungkap Syarif

Dirjen Bina Konstruksi menambahkan kewenangan yang meliputi Registrasi (badan usaha, pengalaman, tenaga kerja, pengalaman profesional tenaga kerja, penilai ahli, lembaga pendidikan dan pelatihan kerja di bidang konstruksi), Akreditasi (asosiasi badan usaha, asosiasi profesi dan asosiasi rantai pasok), Lisensi LSBU, pemberian rekomendasi pada proses pemberian lisensi LSP, penyetaraan tenaga kerja asing dan badan usaha asing dalam menetapkan penilai ahli yang teregistrasi dalam hal terjadinya kegagalan bangunan, dan membentuk lembaga sertifikasi profesi untuk melaksanakan tugas sertifikasi kompetensi kerja yang belum dapat dilakukan lembaga sertifikasi profesi/lembaga pendidikan dan pelatihan.

Pembagian kewenangan tersebut tidak boleh berjalan sendiri-sendiri melainkan harus seirama antara Pemerintah Pusat yang diwakili Ditjen Bina Konstruksi dengan lembaga untuk memperkuat industri konstruksi nasional.

“Pemerintah baik pusat maupun daerah harus memiliki perubahan pola pikir, terutama dalam melayani masyarakat. Bukan hanya sebagai slogan melainkan juga dalam bertindak, jangan justru dilayani oleh masyarakat” Ujar Syarif

RaPerMen Lembaga ini diatur pula Pembinaan dan Pengawasan atas kinerja pelaksanaan tugas dan fungsi, serta atas penggunaan anggaran untuk pembiayaan pelaksanaan tugas Lembaga yang akan menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi Lembaga dan Sekretariat Lembaga berjalan sesuai rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Lembaga dan pengurus nantinya bertugas untuk berfikir atau akan berperan sama seperti direksi di BUMN, dimana direksi ini akan memikirkan solusi-solusi dari permasalahan yang ada. Tentu saja penghargaan/honor tersebut harus diperhitungkan sesuai dengan peraturan yang ada namun harus diimbangi oleh kinerja yang dihasilkan. Memang saat ini, belum ada namun akan didiskusikan kembali angka/takaran yang pas untuk pemberian penghargaan bagi lembaga dan pengurus” Ungkap Syarif

Rancangan Peraturan Menteri ini juga telah melalui pembahasan dengan pakar, praktisi, lintas Direktorat sehingga diharapkan ada persamaan persepsi terkait lembaga.(dri/tw)  

SEBARKAN ARTIKEL INI!