Jakarta – Stok infrastruktur Indonesia saat ini masih sebesar 43 % dari PDB atau masih di bawah rata-rata Negara-negara maju yaitu 70 % . Sejumlah negara maju yang dimaksud seperti Jepang, sudah di atas 100 %, sedangkan Cina 80 % dan Amerika Serikat 76 %. Untuk itu, penyediaan infrastruktur yang memadai harus dilakukan dalam jangka menengah panjang agar Indonesia benar-benar bisa menjadi negara maju pada tahun 2045. Hal tersebut di sampaikan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin, yang mewakili Menteri PUPR pada saat menjadi narasumber pada kegiatan ‘Seminar Infrastructure Outlook 2020’ dengan tema ‘Implementasi Perencanaan Proyek – Proyek Infrastruktur di Pemerintahan Baru’ yang diselenggarakan oleh Berita Satu Media Holdings di Jakarta, Kamis (7/11).
Oleh karenanya, pembangunan infrastruktur menjadi pilihan yang logis dan strategis untuk meningkatkan daya saing Indonesia sekaligus untuk mengejar ketertinggalan. Dan sejak tahun 2015 pemerintah mengalihkan belanja subsidi menjadi belanja produktif berupa pembangunan infrastruktur. “Itulah sebabnya Kementerian PUPR terus mempercepat pembangunan pilar infrastruktur seperti Jembatan, Jalan, Ketahanan Air, Perumahan di seluruh wilayah Indonesia demi pembangunan Infrastruktur yang merata” Ujar Syarif.
Sejak 2015 hingga 2018, Kementerian PUPR telah berhasil membangun jaringan irigasi baru seluas 865.393 Ha hektare dan merehabilitasi 2.650.824 hektar. Sementara embung yang selesai dibangun sebanyak 945 buah embung dari target 1.088 embung hingga tahun 2019 yang tersebar di seluruh Indonesia, untuk di sektor perumahan Kementerian PUPR telah berhasil juga menuntaskan 206.500 Rumah Swadaya, 6.873 Rumah Susun dan 2.130 rumah khusus.
Selain membangun infrastruktur untuk ketahanan air dan perumahan, Kementerian PUPR juga telah berhasil menyelesaikan pembangunan 17.283 m pembangunan jembatan baru, 723 Km pembangunan jalan baru, 678 km pembangunan jalan tol. Pembangunan infrastruktur akan difokuskan pada konektivitas dengan kawasan industri menengah dan kecil, kawasan ekonomi khusus (KEK), kawasan pariwisata, dan kawasan produksi rakyat lainnya. Artinya, pembangunan infrastruktur diarahkan untuk pembangunan wilayah sekitar yang lebih luas.
Sebagaimana diketahui, Kementerian PUPR saat ini mendapat pekerjaan besar yang di instruksikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo yaitu rencana pemindahan ibu kota negara (IKN), sebagai salah satu upaya mewujudkan pemerataan dan keadilan ekonomi berkelanjutan untuk Indonesia. Akan tetapi Pemerintah membutuhkan anggaran besar untuk membangun proyek infrastruktur 5 tahun ke depan. Oleh karenanya sangat diperlukan investasi yang besar untuk membangun Infrastruktur kedepan, ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menginstruksikan seluruh Jajaran Kementerian/Lembaga untuk memangkas berbagai regulasi yang menjadi penghambat arus masuk investasi.
“Salah satu cara mengatasi permasalahan investasi untuk infrastruktur publik adalah dengan menggunakan skema pembiayaan alternatif dan meningkatkan ketertarikan sektor swasta terhadap proyek infrastruktur” Pungkas Syarif.
Turut hadir sebagai narasumber lainnya antara lain : Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kemeddy Simanjutak, Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Bidang Ifrastruktur Erwin Aksa, Konsultan dan Pengamat Infrastruktur Soebowo, dan Direktur Bahana Sekuritas Sumandar.(har/tw)