Dalam proses mematangkan pembinaan konstruksi tahun anggaran 2019, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin menyampaikan paparannya tentang Program Pembinaan Konstruksi tahun anggaran 2019 dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR, Senin (16/7) di Jakarta.
Dalam proses mematangkan pembinaan konstruksi tahun anggaran 2019, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin menyampaikan paparannya tentang Program Pembinaan Konstruksi tahun anggaran 2019 dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR, Senin (16/7) di Jakarta.
Tercatat hingga 2017, Indonesia memiliki 8.136.636 tenaga kerja konstruksi dengan jumlah tenaga kerja berpendidikan SMA yang lebih banyak. Sedangkan jumlah tenaga kerja bersertifikat saat ini mencapai 470.789 orang. “Oleh karena itu, gap tenaga kerja konstruksi yang tidak bersertifikat masih mencapai angka 523.211, tentunya kami masih harus bekerja keras mencapai target”, ujar Syarif.
Pemerintah juga menghadapi tantangan yaitu menghindari terjadinya kecelakaan konstruksi. Direktorat Jenderal Bina Konstruksi bertanggung jawab dalam melakukan evaluasi dan pemantauan pada proyek berisiko tinggi. Sedangkan hasil dari evaluasi Komite Keselamatan Konstruksi (Komite K2) menunjukkan bahwa kurangnya kedisiplinan dalam menjalankan SOP menjadi salah satu penyebab kecelakaan konstruksi.
Dari kedua poin diatas, didapati bahwa tenaga kerja konstruksi yang kompeten merupakan kunci dari kemajuan sektor konstruksi Indonesia. Pemerintah juga menargetkan pembinaan konstruksi 2018-2019 dengan kenaikan tertib penyelenggaraan konstruksi dengan 87 satker dan pembinaan SDM konstruksi sebanyak 197.850 orang.
Menjawab persoalan yang ada, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi mengajukan beberapa program prioritas yaitu; peningkatan pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja konstruksi, mempercepat sertifikasi asosiasi pengembang, meningkatkan layanan pencegahan kecelakaan konstruksi dengan meningkatkan kegiatan operasional komite K2.
Syarif melanjutkan, akan membentuk ULP / UKPBJ dan menyediakan klinik konstruksi di setiap provinsi. Kemudian juga pembentukan lembaga jasa konstruksi baru dan terakhir, dalam rangka peningkatan pelatihan maka akan dilakukan pengadaan alat berat.
“Kami juga akan melakukan tertib pelayanan terhadap jasa konstruksi baik di pusat maupun di daerah, sehingga penyebarannya tidak hanya di pusat namun juga di daerah.” Ungkap Syarif.
Kerjasama antar semua stakeholder juga diharapkan dapat mendukung terlaksananya pembinaan konstruksi. Setidaknya ada delapan komponen stakeholder pelatihan dan sertifikasi yaitu Pemprov/Kabupaten/Kota, Kementerian dan Lembaga, Direktorat Jenderal di Kementerian PUPR, LPJK, BUJK, Asosiasi Profesi dan Badan Usaha, Perguruan Tinggi/ Poltek/ SMK, dan masyarakat.(cha/tw)