“Percepatan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, harus dibarengi dengan kesiapan bahan material, tenaga kerja konstruksi dan alat berat kontruksi. Karena dengan demikian target pembangunan Infrastruktur akan tercapai” demikian disampaikan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin saat memberikan sambutan sekaligus membuka acara Forum Koordinasi Stakeholder Komponen Produktivitas Konstruksi, Kamis (12/09) di Batam.
“Percepatan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, harus dibarengi dengan kesiapan bahan material, tenaga kerja konstruksi dan alat berat kontruksi. Karena dengan demikian target pembangunan Infrastruktur akan tercapai” demikian disampaikan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin saat memberikan sambutan sekaligus membuka acara Forum Koordinasi Stakeholder Komponen Produktivitas Konstruksi, Kamis (12/09) di Batam.
Menurutnya dalam setiap penyelenggaraan proyek kontruksi membutuhkan tenaga kerja yang sangat banyak, dengan pembagian 3 kali shift yaitu pekerja pagi, siang, dan malam dan tidak boleh pekerja yang sudah bekerja di shift satu (pagi) bekerja kembali di sifht tiga (malam). Seluruh pekerja harus mempunya jam kerja yang sesuai mulai dari tenaga kerja terampil, tenaga kerja ahli, dan pengawas yang berada di proyek infrastruktur.
Persebaran pembangunan infrastruktur Kementerian PUPR yang merata dengan menuntut ketersedian komponen produktivitas konstruksi (money, man, material, machine, dan method) yang merata di seluruh di Indonesia. Berdasarkan analisa yang dilakukan Direktorat Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi, tenaga kerja bersertifikat si wilayah Sumatera berjumlah 95.063 orang. Sementara berdasarkan analisa Direktorat Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi, diestimasi terdapat potensi defisit alat berat di wilayah Sumatera sebanyak 2.985 unit.
Permasalahan selanjutnya adalah ketersediaan tenaga kerja konstruksi yang berkompeten. Bukan hanya tenaga kerja terampil, tenaga kerja ahli dan pengawas harus siap dalam 3 kali jam kerja (sifht). “bayangkan berapa banyak tenaga kerja konstruksi yang dibutuhkan jika dalam 3 kali jam kerja bukan hanya tenaga kerja terampil yang harus tersedia, tetapi juga tenaga kerja ahli termasuk operator alat berat dan pengawas di proyek lapangan yang harus tersedia.” Ujar Syarif
Jika dilihat, sejauh ini Indonesia tertinggal dari segi tenaga kerja konstruksi terutama operator alat berat. Operator alat berat merupakan bagian penting dalam bidang pekerjaan bidang konstruksi, karenanya seorang operator alat berat juga harus memiliki sertifikat khusus dan ini yang menjadi permasalahan lainnya. Mengingat di Indonesia belum ada operator alat berat yang khusus bisa mengoperasikan perkembangan teknologi alat berat konstruksi selain crane.
“Kedepan, diperlukan pelatihan para operator untuk bisa membuktikan kompetensinya atau bersertifikat. Karena dari segi teknologi Indonesia tidak terlalu tertinggal dari Negara-Negara lain” tambah Syarif
Dihari yang sama, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR juga mengadakan kunjungan kerja ke PT. Dua Utama Jaya, sebuah perusahaan yang sudah tersertifikasi oleh BNSP dan diakui serta melakukan kerjasama dengan CIDB Malaysia untuk melakukan pelatihan tenaga kerja di bidang pertambangan dan teknik sipil (Konstruksi).
“Tidak bisa dipungkiri pelatihan sektor pertambangan lebih menggiurkan daripada sektor kontruksi. Karena remunerasi tenaga kerja bidang pertambangan (oil and gas) lebih besar yaitu sekitar 3 juta rupiah sampai 40 juta rupiah sementara sektor konstruksi hanya sekitar 3 juta rupiah sampai 7 juta rupiah. Hal ini yang harus kita sesuaikan kembali bersama mengingat saat ini era pembangunan konstruksi.” Ungkap Syarif
Syarif Burhanuddin juga menambahkan bahwa saat ini sesuai Undang-Undang No 02 Tahun 2017, setelah melakukan pelatihan tentu membutuhkan pengakuan kemampuan berbentuk sertifikasi. Sertifikasi harus yang diakui oleh Pemerintah, Pemerintah menunjuk sebuah lembaga untuk melakukan sertifikasi yaitu Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Sejauh ini pelatihan yang sudah dilakukan oleh PT. DUJ ini adalah sertifikat pelatihan dari PT. Dua Utama Jaya, alumni-alumni pelatihan dari PT. Dua Utama Jaya pastilah tenaga-tenaga kerja yang sudah di atas rata-rata maksudnya tidak biasa-biasa saja. Karena sertifikat tersebut juga sudah pernah digunakan dalam melakukan kerjasama dengan beberapa perusahaan di luar negeri.
“Di masa mendatang diharapkan sertifikasi yang akan dilakukan bisa bekerjasama dengan Lembaga resmi pemerintah. Dan sertifikat yang sudah dikeluarkan juga dapat diakui Pemerintah, sehingga mampu mempercepat sertifikasi atau pengakuan tenaga kerja konstruksi melalui sertifikat.”tutup Syarif (Dri/tw)