Ketersediaan sumber daya konstruksi menjadi hal yang sangat penting terutama untuk mendukung Pembangunan Infrastruktur. Salah satu sumber daya konstruksi tersebut adalah Baja, bahkan dapat dikatakan Baja menjadi “mother of industry” karena banyaknya sektor yang menggunakannya seperti konstruksi, perhubungan, pertambangan dan energi, otomotif, hingga sistem pertahanan.
DJBK-JAKARTA. Ketersediaan sumber daya konstruksi menjadi hal yang sangat penting terutama untuk mendukung Pembangunan Infrastruktur. Salah satu sumber daya konstruksi tersebut adalah Baja, bahkan dapat dikatakan Baja menjadi “mother of industry” karena banyaknya sektor yang menggunakannya seperti konstruksi, perhubungan, pertambangan dan energi, otomotif, hingga sistem pertahanan.
“Industri Baja di Indonesia sudah ada, tapi belum bersatu. Sekarang saatnya kita bersama-sama mengembangkan serta meningkatkan kualitas industri baja Indonesia mulai dari hulu hingga ke hilir.” Ungkap Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin saat membuka acara Workshop Pengembangan Kualitas Konstruksi Baja bekerjasama dengan The Japan Society of Steel Construction (JSSC) dan The Japan Iron and Steel Federation (JISF), Kamis (19/07) di Jakarta.
Saat ini pertumbuhan konsumsi baja per kapita di Indonesia jauh lebih rendah ketimbang negara-negara lain di ASEAN yaitu sekitar 65 kg /kapita. Sementara jika di bandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia sekitar 410 kg/kapita, Singapura 1.036 kg/kapita, 296 kg/ kapita, dan Vietnam 164 kg/ kapita. Namun seiring pola pertumbuhan konsumsi baja per- kapita di Indonesia sudah jauh lebih agresif yakini mencapai 84 kg/ kapita pada Tahun 2020.
Penggunaan industri baja di Indonesia masih di dominasi oleh sektor konstruksi yaitu sebesar 78% (sebesar 40% untuk infrastruktur dan 38% untuk non infrastruktur). “Ini yang harus menjadi pertanyaan mengapa dengan pembangunan konstruksi yang tinggi yang selalu di kaitkan dengan baja dan material, ternyata konsumsi baja sangat rendah.” Ujar Syarif
Syarif menambahkan hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi sektor konstruksi terutama Kementerian PUPR. Secara logika penambahan anggaran Kementerian PUPR untuk sektor konstruksi seharusnya diiringi oleh meningkatnya kebutuhan baja.
Berbagai kendala lain yang masih ditemui pada pengembangan industri baja antara lain : harga baja impor yang masih lebih murah jika dibandingkan dengan baja produksi dalam negeri, bahkan harga dari PT Krakatau Steel pun masih terbilang tinggi ; standarisasi produk baja nasional masih beragam, sehingga masih beredar baja yang tidak terstandar ; terbatasnya tenaga terampil yang bersertifikat dalam fabrikasi konstruksi baja ; serta belum terjalinnya interaksi diantara para pelaku industri konstruksi baja.
Salah satu solusi untuk mengatasi kendala-kendala tersebut antara lain melalui kerjasama teknis dengan negara-negara yang sudah lebih maju dalam penggunaan konstruksi baja seperti Jepang. Pengalaman perkembangan industri baja di negara maju menunjukkan keterlibatan aktif seluruh pihak yang terlibat.
Oleh karena itu sangatlah tepat untuk dibentuk Masyarakat Konstruksi Baja Indonesia (Indonesia Society of Steel Construction/ISSC) yang tujuan dibentuknya adalah sebagai forum untuk standarisasi dan sertifikasi dalam penyediaan baja konstruksi, penelitian dan pengembangan baik desain maupun produk baja, serta pemersatu pemangku kepentingan baja konstruksi di Indonesia.
Dalam kesempatan ini, Ms. Mari Takada perwakilan dari Kedutaan besar Jepang di Indonesia mengatakan Baja merupakan industri inti dari manufaktur, produk yang kuat telah mampu menopang pertumbuhan ekonomi Jepang pasca perang dunia ke II. Selain itu Baja yang kuat pada sektor konstruksi, telah membantu menyelamatkan masyarakat Jepang dari bencana alam. Memiliki kondisi yang hampir sama dengan Indonesia, Jepang merupakan negara yang rawan bencana alam. Melalui Pembangunan Infrastruktur yang kuat, salah satunya dengan penggunaan baja, telah menyelamatkan banyak kota di Jepang dari bencana.
“Menjaga kualitas mutu baja seperti menjaga mutu dan keamanan negara. Mengerjakan konstruksi baja tidak hanya menyederhanakan struktur, tetapi juga dapat menyederhanakan pekerjaan dan meningkatkan keamanan pada saat pembanguanan konstruksi.” Ungkap Takada
Pemilihan penggunaan material baja pada suatu pekerjaan bangunan/ infrastruktur salah satunya adalah untuk pengendali bahaya keruntuhan struktur. Adapun jenis kebutuhan baja untuk sektor konstruksi meliputi baja tulangan, baja profil, kawat baja pratekan, pipa baja, baja lapis seng, bronjong kawat, guard rail, struktur baja ringan dan lain sebagainya.
Mr. Massahiro Nagata dari JSSC menyarankan apabila Indonesia akan membentuk Asosiasi Baja konstruksi, dapat menjaga hubungan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha, industri dan akademis, dan hubungan lintas industri sehingga mampu menjaga kualitas mutu baja secara bersama-sama.
Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR telah menerbitkan Buku Katalog Produk Baja Konstruksi Tahun 2015 yang telah SNI sebagai bahan referensi, informasi, dan edukasi bagi para pembina, perencana, penyelenggara, penyedia jasa, akademisi, dan asosiasi serta seluruh stakeholder dalam merencanakan dan menentukan jenis produk baja konstruksi yang akan digunakan.*