GURU BESAR DIHARAPKAN CETAK LEBIH BANYAK TENAKER KONSTRUKSI BERSERTIFIKAT

Jakarta – Pembangunan infrastruktur di Indonesia berkembang pesat sejak tahun 2015 sampai sekarang. Hal ini terlihat pada aliran dana yang dikucurkan ke pembangunan infrastruktur selalu meningkat setiap tahunnya, dimana pada tahun 2019 mencapai Rp 110,73 T. Di tahun 2019 ini, selain melanjutkan Pembangunan Infrastruktur, Pemerintah fokus pada pembangunan SDM. Hal tersebut mengingat percepatan pembangunan infrastruktur juga harus didukung dengan pembangunan SDM.

Walaupun terkesan pembangunan infrastruktur lebih didahulukan dari pembangunan SDM, akan tetapi jika dilakukan pembangunan SDM terlebih dahulu maka pembangunan infrastruktur tidak akan berdampak secepat sekarang. Di sektor konstruksi, pembangunan SDM dilaksanakan melalui percepatan sertifikasi bagi tenaga kerja konstruksi baik ahli maupun terampil.

Data terakhir menunjukkan jumlah tenaga kerja bersertifikat, sesuai amanat Undang-Undang Jasa Konstruksi nomor 2 tahun 2017, baru mencapai 616.081 orang, atau baru mencapai 7,42% dari total tenaga kerja konstruksi sebanyak 8,3 juta orang. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama dengan stakeholders konstruksi, termasuk dengan perguruan tinggi, vokasi maupun SMK agar dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja konstruksi bersertifikat di Indonesia.

“Disinilah dibutuhkan peran dari para guru besar (professor) di Indonesia, dimana kita bersama-sama menjadi penyokong dalam program-program percepatan pembangunan SDM, sehingga pembangunan infrastruktur dapat selaras dengan pembangunan SDM itu sendiri”, ungkap Dirjen Bina Konstruksi saat menjadi narasumber pada acara Pelantikan Pengurus PERGUBI (Persatuan Guru Besar Indonesia) dengan tema “Peran Guru Besar yang Diharapkan dalam Menunjang Pembangunan Infrastruktur”, di Universitas Trisakti, Jakarta, Kamis (11/4).

Jika dilihat lebih mendetail lagi, dari total 616.081 tenaga kerja konstruksi bersertifikat, persentase tenaga ahli yang bersertifikat hanya mencapai 32% atau sekitar 197.146 tenaga kerja konstruksi, sementara persentase tenaga terampil yang bersertifikat mencapai  68% atau sekitar 418.935 tenaga kerja konstruksi. Padahal, setiap tahunnya perguruan tinggi maupun vokasi meluluskan banyak sarjana teknik, akan tetapi di Indonesia sendiri masih sangat kekurangan tenaga kerja konstruksi terutama yang bersertifikat. Dengan demikian meskipun telah dinyatakan lulus namun belum bersertikat maka secara professional masih dianggap belum memiliki kompetensi.

Sehingga, kedepannya diharapkan sarjana – sarjana teknik di Indonesia memiliki ilmu yang aplikatif sesuai kondisi lapangan, serta tidak hanya tampil sebagai seorang enjiner saja tetapi juga memiliki kemampuan sosial enjiner. Hal ini dapat diwujudkan melalui program pemerintah link and match antara kondisi real di lapangan dengan ilmu yang yang didapat di perkuliahan.

“Solusi itulah yang kami harapkan dari guru besar di Indonesia, yang walaupun pada kenyataannya memang sangat kurang jumlahnya akan tetapi ada sesuatu yang dapat dihasilkan untuk dunia infrastruktur”, tutup Syarif.

Turut  hadir pada acara tersebut Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (SDID) Kemenristekdikti Prof. dr Ali Ghufrom Mukti M.Sc.,Ph.D. ; Staf Ahli Bidang Infrastruktur Kemenristekdikti  Ir. Hari Purwanto, M.Sc., DIC ; Ketua PERGUBI DKI Jakarta, Dr.Ir. Sarwono Hardjomuljadi ,MT,MH ; serta Pengurus dan Anggota DPP PERGUBI DKI Jakarta, Banten, Depok, Bekasi. (cla/tw)

SEBARKAN ARTIKEL INI!