Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berupaya untuk meningkatkan kualitas jasa konstruksi di Indonesia, salah satunya dengan membangun sistem material, peralatan dan teknologi konstruksi. Hal tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi pasal 5 ayat (1) huruf f yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas usaha Jasa Konstruksi nasional, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan untuk mengembangkan sistem rantai pasok Jasa Konstruksi. Serta dalam pasal 5 ayat (5) huruf g mengamanatkan untuk meningkatkan kualitas penggunaan material dan peralatan konstruksi serta teknologi konstruksi dalam negeri.
Sejalan dengan pengembangan sistem rantai pasok material, peralatan, dan teknologi konstruksi, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi melalui Direktorat Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan norma, standar, prosedur, dan/atau kriteria pengelolaan dan pengolahan data material, peralatan, teknologi dan TKDN. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, salah satu output Direktorat Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi pada Tahun Anggaran 2021 yaitu Profil Kinerja Pengelolaan Rantai Pasok Material dan Peralatan Konstruksi (MPK).
Untuk menyusun profil tersebut diperlukan metode perhitungan dan identifikasi kebutuhan data yang tepat dan valid, sehingga dapat menggambarkan kinerja pengelolaan rantai pasok MPK secara komprehensif. Kinerja pengelolaan rantai pasok MPK tersebut ditinjau terhadap 3 (tiga) tingkatan yakni tingkat mikro, meso, dan makro.
Pemantauan dan evaluasi pada tingkat mikro dilakukan terhadap proyek-proyek konstruksi (construction project), dimana metode pengukuran yang digunakan adalah metode Supply Chain Operations Reference Model (SCOR) yang telah dimodifikasi. Model SCOR sendiri merupakan sebuah metode pendekatan untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja dari sebuah rantai pasok. Penggunaan metode ini mengadaptasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Universitas Diponegoro pada tahun 2020. Pada tingkat ini, value yang dinilai adalah efektif dan efisien. Pada tahun 2020, Direktorat Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi telah melakukan pemantauan dan evaluasi di tingkat mikro dengan menggunakan pendekatan model ini pada beberapa proyek konstruksi di Kementerian PUPR.
Selanjutnya, pemantauan dan evaluasi tingkat meso dilakukan terhadap badan usaha jasa konstruksi (construction company), dengan metode pengukuran menggunakan SCOR dan Balanced Scorecard. Pada tingkat meso, value yang dinilai adalah efektif, efisien, dan berkelanjutan (sustainable). Untuk pengembangan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pada tingkat meso, pada tahun 2021 perlu dirumuskan dan ditetapkannya indikator kinerja kunci (IKK) atau yang dikenal dengan key performance indicators (KPI) sebagai ukuran pengukuran. Indikator pengukuran kinerja rantai pasok MPK di tingkat perusahaan tentu berbeda dengan indikator yang digunakan di tingkat proyek, dikarenakan sebuah badan usaha jasa konstruksi dapat menggunakan rantai pasok pada beberapa atau puluhan proyek yang sedang ditangani.
Gambar Aspek Kinerja Manajemen dan Proyek dalam Pengelolaan Rantai Pasok Material dan Peralatan Konstruksi
Selain value yang akan dinilai sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, di tingkat meso dilakukan pula penilaian terhadap 4 (empat) atribut kinerja utama yaitu:
- Kesesuaian biaya: Biaya dalam mengoperasikan rantai pasok, termasuk biaya sumber daya manusia, material, manajemen, dan transportasi;
- Kesesuaian kualitas: Kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan yang direncanakan;
- Pencapaian waktu penyelesaian: Kecepatan dari pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai yang diinginkan oleh Pengguna Jasa; dan
- Fleksibilitas: Kemampuan untuk menanggapi pengaruh eksternal, kemampuan untuk menghadapi perubahan dan persaingan pasar.
Kemudian pemantauan dan evaluasi pada tingkat makro dilakukan pada tingkat nasional (construction industry), dengan menggunakan metode pengukuran akan disusun pada Tahun 2022.Sedangkan, value yang dinilai pada tingkat ini adalah efektif, efisien, berkelanjutan, dan mandiri.
Gambar Tingkatan Pengukuran Kinerja Pengelolaan Rantai Pasok Material dan Peralatan Konstruksi
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilaksanakan, teridentifikasi 11 (sebelas) indikator kinerja proyek dan 15 (lima belas) indikator kinerja manajemen dalam pengelolaan rantai pasok material dan peralatan konstruksi sebagai berikut:
No. | Kinerja proyek | Kinerja manajemen |
1 | Kesesuaian material konstruksi yang dipesan dan akan digunakan pada proyek sesuai dengan persyaratan | Penerapan Entreprise Resource Planning (ERP) oleh manajemen BUJK dalam pengelolaan rantai pasok MPK |
2 | Kesesuaian peralatan konstruksi yang dipesan dan akan digunakan pada proyek sesuai dengan persyaratan | Penerapan sistem penilaian kinerja supplier dan vendor oleh manajemen BUJK |
3 | Ketepatan waktu penerimaan material konstruksi di lokasi proyek sesuai dengan jadwal | Tingkat utilisasi peralatan konstruksi yang dimiliki BUJK |
4 | Ketepatan waktu penerimaan peralatan konstruksi di lokasi proyek sesuai dengan jadwal | Ketepatan waktu pembayaran supplier atau vendor sesuai perjanjian |
5 | Nilai pekerjaan ulang (rework) diakibatkan ketidaksesuaian spesifikasi atau tidak memadainya kualitas material konstruksi yang digunakan di proyek | Penerapan Building Information Modelling (BIM) terpusat oleh manajemen BUJK |
6 | Nilai pekerjaan ulang (rework) diakibatkan kondisi peralatan konstruksi yang kurang memadai | Penerapan sistem penilaian BUJK oleh supplier dan vendor |
7 | Penerapan Building Information Modelling (BIM) dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi di proyek | Jumlah proyek yang dapat diselesaikan tepat waktu (on-time) |
8 | Ketepatan waktu yang diperlukan BUJK untuk memperoleh material konstruksi dalam menyelesaikan pekerjaan ulang (rework) | Jumlah proyek yang dapat diselesaikan tepat biaya (on-budget) |
9 | Ketepatan waktu yang diperlukan BUJK untuk memperoleh peralatan konstruksi dalam menyelesaikan pekerjaan ulang (rework) | Ketersediaan supplier dan vendor yang telah menjadi mitra rekanan selama 5 (lima) tahun terakhir |
10 | Kemampuan BUJK dalam menyesuaikan perubahan kebutuhan material dan peralatan konstruksi pada addendum kontrak | Penerapan ISO 37001 tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan |
11 | Ketepatan waktu yang diperlukan BUJK untuk menyesuaikan perubahan kebutuhan material dan peralatan konstruksi pada addendum kontrak | Penerapan ISO 9001 tentang Sistem Manajemen Kualitas |
12 | – | Penerapan ISO 31000 tentang Sistem Manajemen Risiko |
13 | – | Pencapaian Nilai TKDN gabungan barang dan jasa pada pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah |
14 | – | Limbah konstruksi (construction waste) yang dihasilkan dan dikelola |
15 | – | Penerapan standar/ prosedur pengelolaan rantai pasok material dan peralatan konstruksi untuk pelaksanaan pekerjaan di proyek |
Seluruh indikator tersebut kemudian disusun menjadi suatu instrumen pemantauan dan evaluasi yang dilakukan secara daring (online). Dalam penilaian kedua aspek kinerja tersebut, aspek kinerja proyek mempunyai bobot 40% sedangkan aspek kinerja manajemen mempunyai bobot 60%. Dengan dilakukannya pemantauan dan evaluasi kinerja pengelolaan rantai pasok material dan peralatan konstruksi pada tingkat meso atau BUJK ini, diharapkan dapat teridentifikasi Indikator Kinerja Kunci (IKK) pengelolaan rantai pasok material dan peralatan konstruksi yang belum optimal yang dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi dalam perumusan kebijakan untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas usaha jasa konstruksi nasional di masa mendatang.*