Terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat jasa konstruksi. Dimana salah satu point pentingnya adalah peran asosiasi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 menjadi sangat penting, karena diharapkan akan mendukung dan menyelenggarakan pengembangan usaha berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan tata kelola usaha yang baik dan memiliki tanggung jawab professional.
JAKARTA – Terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat jasa konstruksi. Dimana salah satu point pentingnya adalah peran asosiasi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 menjadi sangat penting, karena diharapkan akan mendukung dan menyelenggarakan pengembangan usaha berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan tata kelola usaha yang baik dan memiliki tanggung jawab professional.
Saya menaruh harapan besar, agar Asosiasi Jasa Konstruksi termasuk ASPEKINDO sebagai mitra pemerintah, menjadi pelaku utama dalam program percepatan pembangunan yang memenuhi tertib penyelenggaraan jasa konstruksi dan memberikan pemikiran-pemikiran yang konstruktif di bidang jasa konstruksi, demikian disampaikan Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin, mewakili Menteri PUPR, saat membuka Munas ke VI Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia (ASPEKINDO) Tahun 2018 dengan tema Kesiapan ASPEKINDO Mengambil Peran dalam Implementasi UU No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, Kamis (27/9) di Jakarta.
Peran asosiasi jasa konstruksi diharapkan lebih optimal dalam mengembangkan kemampuan pelaku jasa konstruksi nasional, agar dapat bersaing baik di kawasan regional ASEAN maupun global. Kami berharap agar asosiasi juga mampu mengubah pola pikir (mindset), untuk tidak sekedar menjadi sekumpulan orang atau pihak yang memiliki profesi atau kesamaan pandangan dalam sebuah organisasi semata, tetapi mampu memberikan andil positif bagi pengembangan industri konstruksi, tambah Syarif.
Untuk itulah Pemerintah mendorong berbagai proses partisipatif untuk mendorong kemampuan masyarakat jasa konstruksi. Salah satunya dalam penyusunan peraturan pelaksanaan Undang-undang Jasa Konstruksi nomor 2 Tahun 2017, Pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR mengedepankan diskusi, yang lebih dikenal dengan istilah konsultasi publik, sebagai langkah akomodatif pemerintah untuk memberi ruang bagi partisipasi masyarakat. Saat ini penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa konstruksi telah memasuki rapat Panitia AntarKementerian tahap II yang telah dilaksanakan pada 3 September 2018, dan diharapkan dapat diundangkan dalam tahun ini.
Disampaikan pula bahwa sektor jasa konstruksi sebagai pendukung utama terlaksananya Pembangunan Infrastruktur masih memerlukan perhatian khusus agar lebih baik di masa mendatang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi ; Kesiapan rantai pasok konstruksi ; Struktur usaha konstruksi ; Distribusi tenaga kerja konstruksi ; Perkembangan dinamika kelembagaan sertifikasi tenaga kerja konstruksi.
Dalam hal K3 Konstruksi, beberapa kasus kecelakaan kerja dan kegagalan bangunan menunjukkan bahwa kecelakaan kerja dan kegagalan Bangunan tidak hanya mencelakai pekerja, namun juga publik, merusak harta benda, lingkungan, dan mengganggu progres proyek itu sendiri. Harus ada upaya-upaya perbaikan nyata dalam sistem penyelenggaraan proyek, termasuk oleh asosiasi kontraktor. Kedisiplinan pada prinsip K3 Konstruksi dan pada Standar Operasional Prosedur (SOP) harus ditegakkan, dan tidak boleh ada toleransi akan hal ini. Hal ini untuk mencapai Zero Accident.
Dalam hal rantai pasok konstruksi, saat ini, kondisi Badan Usaha Jasa Konstruksi di Indonesia masih didominasi usaha kecil (85%), usaha menengah 14% dan kategori besar hanya 1%. Struktur usaha juga belum berimbang, dimana jumlah Sertifikat Badan Usaha (SBU) spesialis hanya 4%, sisanya adalah generalis. Rasio kontraktor spesialis dan kontraktor umum yang sangat rendah tersebut memiliki dampak terhadap pekerjaan kontruksi antara lain: tingkat produktifitas kerja rendah, kualitas produk konstruksi buruk, banyaknya angka kecelakaan, dan daya saing rendah.
Di masa mendatang usaha Jasa Konstruksi yang bersifat spesialis harus dikembangkan karena produktivitas dan kualitas menentukan daya saing infrastruktur yang pada gilirannya menentukan pula daya saing bangsa di kancah Internasional, ungkap Dirjen Bina Konstruksi.
Masih terkait rantai pasok, Syarif mengingatkan agar material peralatan konstruksi produksi dalam negeri harus ditingkatkan. “Jika masih bisa menggunakan produk dalam negeri, utamakan dulu, jika memang tidak ada baru gunakan dari luar”, ujar Syarif.
Sedangkan dalam hal distribusi tenaga kerja konstruksi, hingga saat ini masih didominasi oleh tenaga kerja yang tidak terampil dengan persentase mencapai 70,4% dengan latar belakang pendidikan SD sebanyak 46,9% dan SMP sebanyak 24,5%. Sedangkan sisanya, tenaga konstruksi terampil sebanyak 23,6% dan tenaga ahli 5%. Dari total jumlah tenaga kerja konstruksi yang terampil dan ahli, hanya 10% tenaga kerja yang bersertifikat.
Sebaran tenaga kerja konstruksi pun masih tidak merata, dengan 65,19% tenaga kerja kontruksi tersebar di Pulau Jawa, 17,13% di Pulau Sumatera dan sisanya tersebar di pulau-pulau lainnya di Indonesia dengan persentase sebaran terkecil berada di Kepulauan Maluku dan Papua, yaitu sebesar 1,23%. Kapasitas dan kualitas Badan Usaha serta kompetensi tenaga kerja konstruksi harus terus ditingkatkan karena merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan kontruksi.
Dan kemudian terkait perkembangan dinamika kelembagaan sertifikasi tenaga kerja konstruksi, dengan telah lahirnya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017, dilakukan reformasi tata cara sertifikasi badan usaha dan tenaga kerja. Sistem Sertifikasi Badan Usaha dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Badan Usaha (LS-BU) yang dibentuk oleh asosiasi perusahaan yang terakreditasi. Sedangkan Sistem Sertifikasi Tenaga Kerja dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LS-P) yang dibentuk oleh asosiasi profesi yang terakreditasi dan lembaga diklat yang memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Ketua DPN Aspekindo masa bhakti 2013-2018, Tumpal SP Sianipar mengatakan siap mendukung kebijakan Pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 2 tahun 2017. “Kami yakin Aspekindo baik masa bakti lalu maupun yang akan terpilih setelah Munas ini akan bersama Pemerintah dan masyarakat konstruksi memajukan sektor konstruksi”, ungkap Tumpal. (tw)