MENDORONG PENGEMBANGAN PROFESI QUANTITY SURVEYOR DI INDONESIA

DJBK – Malaysia. Profesi Quantity Surveyor (QS) di Indonesia sebenarnya sudah dikenal di awal dekade 70-an. Sektor swasta yang memiliki kompleksitas pekerjaan tinggi merupakan pengguna jasa profesi ini. “Namun demikian, perkembangan profesi QS di Indonesia mengalami stagnasi dan bahkan ketinggalan jauh dari Malaysia yang saat ini memiliki hampir 1500 ahli QS yang bersertifikasi”, demikian disampaikan Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan, Rachman Arief Dienaputra, dalam acara Seminar Internasional Tahunan bidang Quantity Surveying (QS) yang bertajuk “Empowering the Profession Beyond Frontiers” pada tanggal 20 Oktober 2015 di Putrajaya, Malaysia, yang diselenggarakan oleh Board of Quantity Surveyors Malaysia (BQSM) bekerjasama dengan Royal Institution of Surveyors Malaysia (RISM), Universiti Teknologi MARA (UiTM) dan Kementerian Pekerjaan Umum Malaysia.

 

DJBK – Malaysia. Profesi Quantity Surveyor (QS) di Indonesia sebenarnya sudah dikenal di awal dekade 70-an. Sektor swasta yang memiliki kompleksitas pekerjaan tinggi merupakan pengguna jasa profesi ini. “Namun demikian, perkembangan profesi QS di Indonesia mengalami stagnasi dan bahkan ketinggalan jauh dari Malaysia yang saat ini memiliki hampir 1500 ahli QS yang bersertifikasi”, demikian disampaikan Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan, Rachman Arief Dienaputra, dalam acara Seminar Internasional Tahunan bidang Quantity Surveying (QS) yang bertajuk “Empowering the Profession Beyond Frontiers” pada tanggal 20 Oktober 2015 di Putrajaya, Malaysia, yang diselenggarakan oleh Board of Quantity Surveyors Malaysia (BQSM) bekerjasama dengan Royal Institution of Surveyors Malaysia (RISM), Universiti Teknologi MARA (UiTM) dan Kementerian Pekerjaan Umum Malaysia.

Seminar ini dibuka langsung oleh Menteri PU Malaysia, YB Dato’ Seri Haji Fadillah bin Haji Yusof, yang menekankan pentingnya berbagi terobosan keilmuan diantara para ahli QS dalam rangka menyokong industri konstruksi. “Penerimaan terhadap perubahan paradigma dari para peserta seminar sangat diperlukan dalam rangka menghadapi peningkatan kompleksitas permasalahan yang dihadapi di bidang quantity surveying”, ungkap YB Dato’ Seri Haji Fadillah bin Haji Yusof.

Dalam penjelasannya terkait perkembangan profesi QS di Indonesia, Rachman Arief mengidentifikasi beberapa kendala dalam perkembangan QS di Indonesia, yakni: tidak adanya pendidikan formal QS di� perguruan tinggi, lemahnya pemahaman terhadap regulasi yang mensyaratkan penggunaan konsultan QS di proyek – proyek pemerintah, belum adanya standarisasi Pengukuran dan Kontrak yang bersifat nasional, belum ada kesepahaman dengan Auditor Negara, serta praktisi QS yang ada saat ini belum mengacu standar yang sama dalam penerapan dan pemahaman profesi QS itu sendiri. “Hambatan-hambatan ini sedang kita upayakan solusinya agar Indonesia siap dalam menyikapi pelaksanaan pembangunan yang akan berjalan masif untuk periode 5 (lima) tahun kedepan. Untuk itu, perlu dilakukan penyiapan pencetakan profesi QS untuk menjamin terselenggaranya proyek-proyek di Indonesia terlaksana secara efisien dan efektif”, tegas Rachman Arief.

Untuk melakukan pencetakan profesi QS dalam skala besar, Rachman Arief menawarkan konsep Multi Channel Pengembangan Quantity Surveying Yang Bersertifikasi. Dengan konsep ini, langkah awal yang dilakukan adalah mengumpulkan para ahli QS di Indonesia untuk dilatih menjadi fasilitator/instruktur yang kemudian, untuk yang lulus menjadi fasilitator/instruktur, diwajibkan untuk berpartisipasi dalam proses pencetakan ahli QS berikutnya. Dalam kesempatan tersebut, Rachman Arief menawarkan kepada para Ahli QS Malaysia untuk berpartisipasi dalam penyebaran keilmuan QS di Indonesia. (dr/ka/hrd)

SEBARKAN ARTIKEL INI!