Jakarta – Dengan terbitnya Keputusan Menteri PUPR Nomor 1410/KPTS/M/2020 tentang Asosiasi Badan Usaha Jasa Konstruksi, Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi dan Asosiasi Terkait Rantai Pasok Jasa Konstruksi Terakreditasi, tidak berarti bahwa sejumlah Asosiasi Jasa Konstruksi akan dibekukan. Pembekuan asosiasi merupakan penafsiran yang tidak tepat terhadap Peraturan Menteri PUPR No. 10 tahun 2020 tentang Akreditasi Asosiasi Badan Usaha Jasa Konstruksi, Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi, dan Asosiasi Terkait Rantai Pasok Konstruksi.
Asosiasi yang belum terakreditasi tidak dibekukan, namun dapat mengajukan permohonan untuk akreditasi pada periode selanjutnya yang dilaksanakan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sesuai Permen PUPR No. 10 Tahun 2020 (periode penetapan akreditasi 4 (empat) bulan sekali. Dengan demikian kesempatan bagi asosiasi masih terbuka lebar untuk pemenuhan persyaratan akreditasi yang telah ditentukan, dan tidak perlu ada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pegawai asosiasi. Asosiasi tetap dapat melakukan fungsi pembinaan kepada anggotanya dan kemudian mendaftar kembali pada proses akreditasi selanjutnya”, ujar Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Trisasongko Widianto.
Kewenangan yang belum dapat dilaksanakan oleh asosiasi yang belum terakreditasi adalah membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Lembaga Sertifikasi Badan Usaha (LSBU), serta mengusulkan anggotanya menjadi pengurus Lembaga LPJK. Lebih lanjut Dirjen Bina Konstruksi menjelaskan, bahwa pelaksanaan akreditasi terhadap asosiasi badan usaha jasa konstruksi dilaksanakan dalam rangka penentuan, penjaminan dan pemantauan terhadap mutu dan kelayakan serta kinerja dari asosiasi dalam menjalankan perannya pada penyelenggaraan jasa konstruksi nasional sekaligus untuk mendapatkan pengakuan profesionalisme asosiasi pada sektor jasa konstruksi tingkat internasional,” Hal tersebut justru akan memberi manfaat yang lebih besar lagi bagi sektor konstruksi di Indonesia, karena kualitas pekerjaan badan usaha jasa konstruksi Nasional lebih terjamin dan diakui di kancah Internasional,” terang Trisasongko.
Kewenangan Menteri PUPR untuk menyelenggarakan akreditasi terhadap asosiasi adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, dan Peraturan Menteri PUPR No. 10 Tahun 2020 tadi.
Proses pembentukan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2020 telah sesuai ketentuan dalam UU No. 12 Tahun 2011 dan Peraturan Pelaksanaannya. Dalam penyusunannya Pemerintah telah berusaha memenuhi target waktu sesuai amanat UU No.2 Tahun 2017, namun karena dinamika pembahasan dan banyaknya masukan dari stakeholder terkait maka penetapannya melebihi jangka waktu yang diamanatkan.
Di bidang Jasa Konstruksi, telah dikeluarkan beberapa regulasi yang dimaksudkan untuk mendukung ketahanan sektor jasa konstruksi saat pandemi COVID-19 dalam mendukung percepatan Pembangunan Infrastruktur, diantaranya: Instruksi Menteri PUPR Nomor 02 tahun 2020 tentang Protokol Pencegahan Penyebaran Covid-19 dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Bina Konstruksi Nomor 107 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembinaan Kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi Periode Normal Baru, SE Menteri PUPR Nomor 17 Tahun 2020 tentang Penambahan Persyaratan dalam Pelaksanaan Paket Tender pada Satu Kesatuan Pekerjaan, SE Menteri PUPR Nomor 18 Tahun 2020 tentang Aturan Kebiasaan Baru dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, dan seterusnya.
“Sebagai pembina jasa konstruksi di Indonesia, kami memberikan apresiasi atas kontribusi dan masukan dari masyarakat jasa konstruksi, sehingga hal ini akan menjadi bahan masukan kami sebagai pelayan masyarakat untuk memperbaiki kinerja kami. Dan mari kita bersatu saling bahu membahu untuk memajukan sektor jasa konstruksi agar pembangunan infrastruktur berjalan lancar dan tentunya memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat di tengah situasi pandemi covid-19 seperti saat ini, ungkap Dirjen Bina Konstruksi. (*)