JAKARTA – Presiden RI Joko Widodo telah meneken peraturan baru dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, yaitu Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang juga merupakan pengganti dari Perpres Nomor 54 Tahun 2010. Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin mengatakan Perpres baru ini diharapkan bisa membuka peluang bagi penyedia barang/jasa dalam pengadaan pemerintah. Demikian disampaikannya pada saat memberikan Keynote Speech dalam acara Seminar Nasional Dampak Pembukaan Akses Pasar Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Terhadap Industri Dalam Negeri yang diselenggarakan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) di Jakarta, Selasa (4/12).
Selanjutnya Syarif menyampaikan harapannya bahwa agar dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah, Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dapat ditingkatkan. Hal tersebut perlu dukungan semua pihak, terutama dari perangkat hukum yang bersifat wajib.
“Sejumlah upaya juga terus dilakukan untuk lebih meningkatkan TKDN oleh Kementerian PUPR, sehingga mengurangi ketergantungan impor di bidang jasa konstruksi melalui sosialisasi kebijakan TKDN, khususnya tata cara penerapan perhitungan dan pengawasan TKDN jasa konstruksi, penetapan batas minimal TKDN infrastruktur PUPR, dan pengadaan barang dan jasa yang mewajibkan TKDN tinggi dalam penawaran penyedia barang dan jasa” Ujar Syarif.
Kementerian PUPR yang akan terus melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha terkait Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 10/SE/M/2018, yang mengatur pemberlakuan standar dokumen pemilihan pengadaan jasa konstruksi. Salah satu yang diatur dalam beleid baru adalah komposisi pengusaha konsultan dibagi menjadi tiga segmentasi, yaitu besar, menengah, dan kecil.
Syarif meyakini, proses pengadaan barang/ jasa di masa mendatang tidak akan diwarnai dengan praktik-praktik tercela seperti penggelembungan harga,suap kepada pihak terkait, modus kongkalikong dengan vendor, dan manipulasi dokumen.
Tujuan dan manfaat dari diselenggarakan seminar ini adalah untuk meningkatkan kualitas rasionalisasi dalam kerjasama ekonomi perdagangan Internasional khususnya di bidang PBJP, sehingga manfaat dan tantangan kerjasama ekonomi dan Perdagangan Nasional dan Internasional di bidang PBJP dapat diantisipasi dengan baik untuk mendukung daya saing bangsa.(har/tw)