Jakarta – Sebagai upaya nyata kepedulian Pemerintah terhadap keselamatan pekerja terutama di bidang konstruksi, dilaksanakan Penandatanganan Kerja Sama (PKS) antara BPJS Ketenagakerjaan dan Kementerian PUPR. Penandatanganan PKS ini dilakukan oleh Direktur Jenderal Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin dengan Direktur Kepesertaan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan E. Ilyas Lubis, Rabu (11/12) di Jakarta.
Isi dari PKS ini adalah memanfaatkan sumber daya yang ada dan mensinergikan fungsi PARA PIHAK dalam menyelenggarakan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan konstruksi dan peningkatan kompetensi tenaga kerja konstruksi serta sumber daya manusia di Kementerian PUPR agar terwujud kesejahteraan tenaga kerja konstruksi berdasarkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan dan peningkatan kompetensi tenaga kerja konstruksi serta sumber daya manusia di Kementerian PUPR, yang nantinya akan dilakukan sosialisasi dan edukasi program jaminan sosial ketenagakerjaan dan penyebarluasan Norma, Standar, Peraturan dan Kriteria terkait jasa konstruksi, peningkatan kompetensi tenaga kerja konstruksi melalui kegiatan pelatihan / bimbingan teknis / sertifikasi, pertukaran data dan informasi terkait pekerjaan konstruksi dan tenaga kerja konstruksi dalam lingkup pemanfaatan jaminan sosial ketenagakerjaan sesuai ketentuan peraturan perundangan, pemantauan kepatuhan dalam pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan, dan penyelenggaraan monitoring dan evaluasi implementasi lingkup perjanjian kerja sama.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Dirjen Bina Konstruksi, bahwa dalam UU No. 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi telah mencantumkan adanya Keselamatan dan Kesehatan Kerja BerKelanjutan (K4) dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Dengan demikian, prinsip keberlanjutan sangat diperhitungkan dalam suatu pekerjaan konstruksi, yang berarti hingga pekerjaan konstruksi selesai dan dimanfaatkan.
“Kita cenderung melihat bahwa kesehatan dan keselamatan kerja itu hanya dalam waktu singkat, hanya pada saat proyek berlangsung, padahal seharusnya mereka dijamin sampai tugas mereka selesai. Karena definisi kegagalan konstruksi itu bukan hanya saat pelaksanaan saja tetapi pada saat pemanfaatan bangunan bahkan sampai menghancurkan kembali bangunan”, ungkap Dirjen Bina Konstruksi.
Dari kerja sama ini diharapkan program-program penunjang seperti program Vokasi yang digalangkan oleh BPJS Ketenagakerjaan dapat terlaksana, sehingga nantinya tidak terjadi kecelakaan baik saat pelaksanaan konstruksi maupun pasca konstruksi. Hal ini menjadi upaya preventif, yaitu bagaimana memberikan edukasi apa saja yang wajib dilakukan yang terkait dengan keselamatan konstruksi.
“Tidak kalah penting yang harus diberikan informasi yaitu perusahaan-perusahaan yang mempunyai pegawai tenaga kerja konstruksi, apakah semua tenaga kerja ini bisa dijamin dari sisi keselamatannya, ditambah dengan tingkat risiko yang dihadapi pekerja berbeda-beda tergantung jenis konstruksinya, sementara BPJS Ketenagakerjan tidak mengklasifikasikan hal tersebut. Akan tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah jika sudah diketahui siapa penanggungjawab apabila terjadi kecelakaan kerja”, terang Dirjen Bina Konstruksi.
Untuk itulah sosialisasi sejak dini terkait jaminan sosial yang menjadi manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan harus dilakukan sejak dini, yaitu sejak pelatihan sampai bekerja. Sehingga tenaga kerja konstruksi di Indonesia diwajibkan untuk menjadi bagian dari anggota BPJS Ketenagakerjaan. Yang terpenting adalah keberlanjutan dari program-program ini, dan tentunya harus dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR dan stakeholders konstruksi untuk peduli dan tidak pernah berhenti mensosialiasikan keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi. (cla/tw)*