DJBK Jakarta –
Sebagai upaya memastikan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi dalam proyek penyelenggaraan konstruksi dan komitmen untuk meningkatkan jumlah tenaga ahli K3 bersertifikat, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR bersama Stakeholders BUMN seperti PT. Hutama Karya, PT. Wijaya Karya, PT. Adhi Karya (Persero), PT. Waskita Karya (Persero), PT. PP (Persero), PT. Nindya Karya. PT. Istaka Karya, dan PT. Brantas Abipraya mengadakan acara penandatanganan Komitmen K3 Konstruksi dan Sertifikasi Ahli K3 Konstruksi, Selasa (05/06) di Jakarta.
DJBK – Jakarta. Sebagai upaya memastikan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi dalam proyek penyelenggaraan konstruksi dan komitmen untuk meningkatkan jumlah tenaga ahli K3 bersertifikat, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR bersama Stakeholders BUMN seperti PT. Hutama Karya, PT. Wijaya Karya, PT. Adhi Karya (Persero), PT. Waskita Karya (Persero), PT. PP (Persero), PT. Nindya Karya. PT. Istaka Karya, dan PT. Brantas Abipraya mengadakan acara penandatanganan Komitmen K3 Konstruksi dan Sertifikasi Ahli K3 Konstruksi, Selasa (05/06) di Jakarta.
Dalam sambutannya Dirjen Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin menyampaikan bahwa pada masa gencarnya Pembangunan Infrastruktur, terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga ahli K3. Akibatnya masih terjadi beberapa kecelakaan konstruksi yang seharusnya tidak terjadi.
“Untuk itu pemerintah tidak bisa sendiri, dibutuhkan kerjasama dari stakeholder baik itu BUMN Karya, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) maupun Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi (LPJKP) untuk mewujudkan bidang konstruksi yang aman.”Ujar Syarif
Tenaga kerja ahli K3 merupakan tenaga ahli yang sangat penting terutama dalam proses pembangunan proyek pekerjaan konstruksi, agar kedisiplinan dan pengawasan baik dari sisi penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), Standar Operasional Prosedur (SOP), maupun prinsip K3 Konstruksi dapat terjamin.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi juga menyampaikan bahwa sistem K3 harus tercantum dalam komponen pembiayaan tersendiri dalam kontrak, tidak menjadi bagian dari biaya umum. Hal ini harus dimulai sejak pelelangan dan menjadi komponen yang dipertandingkan.
“Di masa mendatang, sertifikat ahli K3 bukan menjadi pesyaratan lelang. Tetapi menjadi persyaratan dalam pelaksanaan pekerjaan. Untuk itu orang akan terpacu memiliki sertifikat ahli K3 yang benar-benar merepresentasikan keahliannya.” tegas Syarif
Selama ini sertifikat selalu mejadi syarat dalam pelelangan atau syarat untuk memenangkan lelang, dampaknya sertifikat tersebut dapat digunakan berulang kali pada perusahaan yang berbeda-beda. Sehingga saat pelaksanaan pemilik sertifikat tersebut tidak bekerja dalam proyek. Untuk itu saat ini sertifikat menjadi salah satu syarat pada tanda tangan kontrak.
Pada kesempatan tersebut juga, Dirjen Bina Konstruksi menyaksikan penandatanganan Komitmen K3 Konstruksi antara Kementerian PUPR dalam hal ini Direktorat Jenderal Bina Konstruksi melalui Direktorat Bina Penyelenggaraan Konstruksi bersama stakeholder BUMN Karya seperti PT. Wijaya Karya (Persero), PT. Hutama Karya, PT. Adhi Karya (Persero), PT. Waskita Karya (Persero), PT. PP, PT. Nindya Karya, PT. Istaka Karya, dan PT. Brantas Abipraya (Persero) yang berisi komitmen melaksanakan konstruksi berkeselamatan demi terciptanya zero accident, dengan memastikan bahwa seluruh pelaksanaan konstruksi :
- Memenuhi Ketentuan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Konstrukti
- Menggunakan Tenaga Kerja Kompeten Dan Bersertifikat
- Menggunakan Peralatan Yang Memenuhi Standar Kelaiakan
- Menggunakan Material Yang Memenuhi Standar Mutu
- Menggunakan Teknologi Yang Memenuhi Standar Kelaikan, Dan
- Melaksanakan Standar Operasional Prosedur (SOP)
Melalui komitmen bersama ini diharapkan para BUMN mendorong tenaganya bekerja dengan mendahulukan SOP yang telah ditetapkan, meningkatkan kedispilinan kerja. Selain itu para BUMN diharapkan saling bersinergi dengan BUMN lain, khususnya terkait pelaksanaan K3. “Komitmen yang ditunjukan tidak hanya berupa tanda tangan, melainkan juga harus dalam tindakan di setiap pekerjaan konstruksi.”tutup Syarif (dri/tw)