BUJK Diharapkan Mendukung Pertumbuhan Industri Baja Dalam Negeri

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yusid Toyib menekankan kepada seluruh Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) Nasional untuk menggunakan material baja yang diproduksi di Indonesia, karena Indonesia sudah mampu dan sanggup memproduksi material yang berkualitas. Dengan begitu, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri baja sebagai pendukung sektor konstruksi, serta meningkatkan ekonomi masyarakat Indonesia.

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yusid Toyib menekankan kepada seluruh Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) Nasional untuk menggunakan material baja yang diproduksi di Indonesia, karena Indonesia sudah mampu dan sanggup memproduksi material yang berkualitas. Dengan begitu, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri baja sebagai pendukung sektor konstruksi, serta meningkatkan ekonomi masyarakat Indonesia.

“Sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam membangun infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat, disalurkan anggaran melalui Kementerian PUPR di 2016 ini sekitar Rp 104,08 triliun, dan  kurang lebih Rp 81,24 triliun atau 78,05 persen untuk belanja modal,” tutur Yusid Toyib, di sela-sela tinjauannya ke beberapa perusahaan baja di Gresik, Kamis (18/02).

Menurutnya, hal ini tentu membutuhkan kesiapan material, salah satunya baja. Estimasi kebutuhan material baja pada 2016 ini untuk pembangunan infrastruktur Kementerian PUPR sekitar 1,3 juta ton. “Kami sangat concern dengan penggunaan material dalam negeri, dalam proses pembangunan infrastruktur PUPR,” ujarnya.

Kementerian PUPR, melalui Ditjen Bina Konstruksi sebagai pembina konstruksi nasional berkepentingan dalam membina industri pendukung sektor konstruksi dari sisi rantai pasok dan penggunaan teknologi konstruksi yang efektif, efisien dan produktif serta penggunaan produksi dalam negeri.

“Kita dukung penuh produk-produk dalam negeri yang berkualitas, seperti menggunakan material baja kualitas yang terstandar, akan mempengaruhi kualitas infrastruktur itu sendiri,” katanya.

Ia menyampaikan, dengan menggunakan material baja berkualitas akan meminimalisir kegagalan bangunan. Terkait penggunaan  produk dalam negeri ini, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi akan membuat aturan bersama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). “Jika bukan kita, siapa lagi yang pakai produk dalam negeri,” katanya.

Selain menonjolkan kualitas produk dalam negeri, Kementerian PUPR pun mendorong agar industri lokal pendukung sektor konstruksi lebih dapat menguasai pasar domestik tidak tergantung impor serta mendorong penggunaan komponen lokal dengan kapasitas yang sudah terbangun.

Dari data Kementerian Perindustrian sektor konstruksi merupakan key driver industri baja nasional. Persentase konsumsi sektor konstruksi terhadap konsumsi baja nasional terhitung tinggi, yaitu sebesar 78 persen, sedangkan sektor lain seperti transportasi sekitar 8 persen, Minyak dan Gas Bumi sekitar 7 persen, permesinan 4 persen.

Terdapat pandangan yang penting namun masih awam diketahui masyarakat Indonesia pada umumnya, bahwa baja Standar Nasional Indonesia (SNI) ada dua yaitu SNI BJKU (Baja Keperluan Umum) dan SNI BJKK (Baja Keperluan Konstruksi). Kenyataan di lapangan BJKU seringkali digunakan pada elemen struktur, terutama pekerjaan konstruksi yang diselenggarakan masyarakat umum, membangun rumah contohnya.

Menurutnya, ketidaktahuan masyarakat akan istilah BJKU BJKK ini sangat membahayakan. Karena masyarakat membangun rumah menggunakan rangka besi/baja tulangan untuk keperluan umum/BJKU bukan khusus konstruksi sehingga jika terjadi gempa, banyak rumah yang mudah roboh.

“Kami menjalin komunikasi dalam hal ini dengan Kementerian Perindustrian agar SNI tersebut dapat sesuaikan dengan pemahaman masyarakat”, ujar Yusid. (DND)

SEBARKAN ARTIKEL INI!