Pemerintah bersama Komisi V DPR RI telah menyelesaikan pembahasan substansi dan rumusan 905 DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) Rancangan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi pada Rapat Panitia Kerja, Rabu (31/8) di Jakarta. Selanjutnya kedua belah pihak akan membahas RUU tersebut oleh tim perumus (timus).
Pemerintah bersama Komisi V DPR RI telah menyelesaikan pembahasan substansi dan rumusan 905 DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) Rancangan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi pada Rapat Panitia Kerja, Rabu (31/8) di Jakarta. Selanjutnya kedua belah pihak akan membahas RUU tersebut oleh tim perumus (timus).
Pada rapat panja kali ini Pemerintah yang diwakili Kementerian PUPR, Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Hukum dan HAM menyoroti tentang pemberian izin kerja kepada tenaga kerja konstruksi asing.
“Pemberi kerja tenaga kerja konstruksi asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja dan izin mempekerjakan tenaga kerja tersebut. Selain itu Tenaga kerja asing disyaratkan wajib bekerja pada jabatan tertentu atau ahli saja”, hal tersebut dikatakan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Yusid Toyib, pada rapat panja dengan Komisi V DPR RI.
Salah satu anggota panja RUU Jasa Konstruksi sempat mengkritisi, bahwa izin seharusnya tidak hanya kepada badan yang mempekerjakan tenaga kerja asing tapi tenaga kerja itu sendiri harus diberikan persyaratan untuk bekerja di Indonesia.
“Padahal aturan ketat sudah dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Hukum dan HAM, tapi fakta di lapangan banyak pekerja asing ilegal masih bisa bekerja, bahkan di daerah sampai tukang gali pun ilegal, barangkali ini menjadi catatan”, ujar Ketua Panja RUU Jasa Konstruksi, Komisi V DPR RI, Muhidin.
Staf Ahli Kementerian Hukum & HAM, Josef. A. Naesoi, menanggapi, “Kami akui ini masalah serius, ini kasus per kasus yang menjadi perhatian kami. Namun secara aturan sudah kami susun, dimana filter itu ada di UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.”
Setiap pekerja asing bekerja baik sektor konstruksi maupun non konstruksi di Indonesia harus memiliki RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing), IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing). Kemenkumham tidak akan mengeluarkan visa bekerja di Indonesia ketika belum ada dokumen kelengkapan dari Kemenaker.
Dirjen Bina Konstruksi pun menambahkan, “tenaga kerja konstruksi asing yang bekerja di Indonesia hanya pada jabatan ahli, mereka pun harus melakukan transfer knowledge dan teknologi.”
Selain itu, DPR serta Pemerintah bersepakat tentang peranan penilai ahli. Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa dapat menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap Kegagalan Bangunan ditetapkan oleh penilai ahli (dn).