PEMERINTAH RESPONSIF TERHADAP RUU TENTANG JASA KONSTRUKSI INISIASI DPR

RUU Jasa Konstruksi diinisiasi DPR RI untuk berubah, hal ini direspon positif oleh Pemerintah, terdapat hal-hal yang dirasakan perlu perbaikan tata kelola sektor jasa konstruksi nasional yang lebih baik serta penyesuaian terhadap dinamika perubahan lingkungan strategis dimana saat ini pemberlakuan pengaturan sektor terkait konstruksi memerlukan harmonisasi dengan pemberlakuan UU Ketenagakerjaan, standar internasional terkait usaha jasa konstruksi, UU Keprofesian (keinsinyuran dan segera Arsitektural), kemudian UU terkait sektor terkait jasa konstruksi (ESDM) lalu pemberlakuan UU terkait dengan Pemerintahan Otonomi. Demikian diutarakan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Yusid Toyib saat temu wartawan, Rabu (02/03), di Jakarta.

RUU Jasa Konstruksi diinisiasi DPR RI untuk berubah, hal ini direspon positif oleh Pemerintah, terdapat hal-hal yang dirasakan perlu perbaikan tata kelola sektor jasa konstruksi nasional yang lebih baik serta penyesuaian terhadap dinamika perubahan lingkungan strategis dimana saat ini pemberlakuan pengaturan sektor terkait konstruksi memerlukan harmonisasi dengan pemberlakuan UU Ketenagakerjaan, standar internasional terkait usaha jasa konstruksi, UU Keprofesian (keinsinyuran dan segera Arsitektural), kemudian UU terkait sektor terkait jasa konstruksi (ESDM) lalu pemberlakuan UU terkait dengan Pemerintahan Otonomi. Demikian diutarakan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Yusid Toyib saat temu wartawan, Rabu (02/03), di Jakarta.

Tantangan penyelenggaraan jasa konstruksi pun sudah banyak berubah dan semakin besar, investasi konstruksi semakin besar, pasar jasa konstruksi semakin terbuka secara global, Yusid Toyib mengatakan, “strategi Indonesia selain harus bertahan juga menyerang pasar konstruksi luar negeri, sudah ada beberapa kontraktor BUMN bekerja ke Arab Saudi, UEA, Qatar, Oman, Timor Leste, Libya, Filipina, Brunei, Malaysia, Myanmar, Afrika Selatan. Terdekat Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) Swasta Indonesia diarahkan untuk bekerja di Papua New Guinea. Peningkatkan kapasitas dan kualitas BUJK Nasional serta tenaga kerja konstruksi Indonesia pun tetap terus dilaksanakan karena bagaimana pun pembangunan infrastruktur di Indonesia harus disupport penuh oleh sumber daya nasional”.

“Sistem delivery konstruksi yang semakin berkembang, rantai pasok yang harus berjalan baik, kemudian tuntutan pada aspek keamanan keselamatan, kesehatan dan keberlanjutankonstruksi menjadi sangat diperlukan”, lanjut Yusid.

Selain itu, pembelaan terhadap pekerjaan konstruksi perlu dilakukan secara tegas mekanisme penyelesaian sengketa konstruksi yang merupakan ranah keperdataan dengan mendorong penyelesaian sengketa pada dokumen kontrak dan penyelesaian di luar pengadilan.

Kemajuan dan tuntutan masa tentang peran Jasa Konstruksi mengindikasikan perlunya aturan baru yang melingkupinya. Undang-Undang Jasa Konstruksi telah berlaku selama sekitar 16 (enam belas) tahun dianggap sudah tidak mampu lagi mengakomodasi segala permasalahan yang berkembang, seperti kualifikasi ASMET (arsitek, sipil, mekanikal, elektrikal, tata lingkungan) yang berubah sejalan dengan era perdagangan bebas menjadi konsep CPC (central product classification).

Rancangan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi ini mulai digagas sejak sebelum pemerintahan Jokowi. Upaya tersebut pun berlanjut, dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) DPR RI tahun 2015, Undang-Undang Tentang Jasa Konstruksi menjadi daftar prioritas untuk dilakukan pembahasan.

Inisiasi perubahan UU nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi ini pun memprioritaskan pada penggunaan produk lokal dan mengedepankan pengusahaan dalam negeri.

Dalam pembahasan RUU ini Presiden menugaskan 4 (empat) menteri untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi bersama DPR-RI yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Saat ini Rancangan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi sedang dalam tahap pembahasan tingkat I dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI. Tahapan selanjutnya adalah pembahasan pada level panitia kerja (Panja) bila ada pembahasan mendalam maka akan dibahas dengan tim perumus atau tim kecil DPR (Dn).

SEBARKAN ARTIKEL INI!