CEGAH KECELAKAAN KONSTRUKSI, HARUS DOUBLE CHECK DI PROYEK KONSTRUKSI

Sebagai aksi nyata untuk mencegah terjadinya kecelakaan konstruksi di proyek infrastruktur, terutama pada proyek bangunan gedung bertingkat tinggi (High Rise Building), Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR melalui Balai Jasa Konstruksi Wilayah III Jakarta bekerjasama dengan Ikatan Ahli Pracetak Prategang Indonesia (IAPPI) dan Asosiasi Perusahaan Pracetak dan Prategang Indonesia (AP3I) melaksanakan Bimbingan Teknis Beton Pracetak Prategang Konstruksi Bangunan Gedung (High Rise Building).

Sebagai aksi nyata untuk mencegah terjadinya kecelakaan konstruksi di  proyek infrastruktur, terutama pada proyek bangunan gedung bertingkat tinggi (High Rise Building), Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR melalui Balai Jasa Konstruksi Wilayah III Jakarta bekerjasama dengan Ikatan Ahli Pracetak Prategang Indonesia (IAPPI) dan Asosiasi Perusahaan Pracetak dan Prategang Indonesia (AP3I) melaksanakan Bimbingan Teknis Beton Pracetak Prategang Konstruksi Bangunan Gedung (High Rise Building).

Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin yang membuka acara ini, Kamis (6/9) di Jakarta, mengatakan bahwa pada pembangunan infrastruktur tidak boleh terjadi lagi kecelakaan konstruksi. Berbagai pihak mulai dari perencana, pelaksana, pengawas, hingga manajemen konstruksi harus ikut bertanggung jawab dan mengantisipasi agar tidak lagi terjadi kecelakaan kerja.

“Di dunia engineering harus selalu dilakukan double check. Satu orang bisa salah tapi bisa dicegah menjadi kecelakaan kalau ada yang mengecek kembali. Disamping itu, juga dihadirkan pakar-pakar yang mengevaluasi untuk melihat celah-celah kelemahannya dimana untuk kemudian diperbaiki”, ujar Syarif.

Berdasarkan data Kementerian PUPR, dalam dua tahun terakhir terjadi 14 (empat belas) kecelakaan kerja pada proyek infrastruktur. Paling tidak ada lima poin besar yang menjadi penyebab timbulnya kecelakaan kerja. Pertama, kesalahan manusia atau human error. Kedua, terganggunya material bangunan. Ketiga, banyaknya peralatan yang tidak tersertifikasi. Keempat, metode pelaksanaan konstruksi di lapangan terutama terkait program keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Kelima, efisiensi anggaran. Adapun yang paling banyak diduga menjadi penyebab kecelakaan kerja adalah terkait metode pelaksanaan konstruksi.

“Melalui bimtek ini, para peserta diberikan pemahaman dan ditingkatkan awareness-nya terhadap kesadaran K3 dalam bekerja, terutama pada pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang  beresiko tinggi. Terutama keahlian/ keterampilan serta kepatuhannya menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP)”, ungkap Syarif.

Tentunya upaya peningkatan SDM konstruksi seperti Bimtek ini tidak mungkin dikerjakan sendiri oleh Pemerintah. Perlu sinergi dan keterlibatan stakeholders konstruksi serta masyarakat jasa konstruksi untuk bersama mewujudkan apa yang menjadi target Pemerintah, sebagaimana disampaikan Presiden RI beberapa waktu yang lalu bahwa di tahun 2019 fokus Pemerintah adalah penyelesaian Pembangunan Infrastruktur didukung oleh Pengembangan SDM.

“Untuk itu saya mengapresiasi kerja keras segenap Insan Ditjen Bina Konstruksi terutama Balai Jasa Konstruksi Wilayah III Jakarta, Ikatan Ahli Pracetak Prategang Indonesia (IAPPI), Asosiasi Perusahaan Pracetak dan Prategang Indonesia (AP3I), para Perusahaan Konstruksi BUMN dan Swasta, yang telah mendukung kegiatan ini”, tutur Dirjen Bina Konstruksi.

Ditambahkan oleh Kepala Balai Jasa Konstruksi Wilayah III Jakarta Ir. Riky Aditya Nazir, MT selaku Ketua Pelaksana, kegiatan ini dilaksanakan selama 3 (tiga) hari dengan metode dan substansi : Lesson Learned (pembelajaran dari kejadian-kejadian kecelakaan kerja),  Sosialisasi SOP, Pengenalan Building Information Modelling (3D dan 6D), serta Kunjungan lapangan ke Proyek High Rise Building. Bimtek ini diikuti sebanyak 216 orang peserta dengan jabatan kerja Perencana, Pelaksana, dan Pengawas dari 33 Perusahaan Kontraktor dan Konsultan Konstruksi Nasional dan swasta yang bekerja pada pekerjaan yang mempunyai potensi resiko dan bahaya tinggi, yakni pekerjaan Beton Pracetak Prategang Konstruksi Bangunan Gedung (High Rise Building). Kegiatan ini adalah lanjutan dari Tindakan Koreksi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Konstruksi dimana pada sebelumnya di Bulan April dan Mei 2018 sudah dilaksanakan Bimtek Beton Pracetak Prategang Jalan Layang (Elevated) kepada 761 Perencana, Pelaksana dan Pengawas.

Sebagaimana diketahui, pasca insiden banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek konstruksi jalan layang (elevated) awal tahun 2018,  pemerintah menghentikan seluruh pekerjaan berat proyek jalan layang di Indonesia. Evaluasi dilakukan oleh Komite Keselamatan Konstruksi. Evaluasi ini dilakukan mencakup berbagai aspek dengan mekanisme yang baik untuk memperbaiki celah-celah yang memungkinkan terjadinya kecelakaan konstruksi pada masa mendatang.

Diharapkan selain pengetahuan K3 Konstruksi, SDM konstruksi juga dibekali dengan pengetahuan terkait teknologi tahan gempa. Hal ini mengingat kondisi wilayah Indonesia yang sebagian besar rentan terhadap terjadinya gempa. Saat ini Kementerian PUPR telah menerjunkan 400 Insinyur muda CPNS untuk mendampingi warga Lombok pada rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana gempa bumi, menggunakan teknologi RISHA. *

SEBARKAN ARTIKEL INI!