Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarief Burhanuddin menjadi narasumber dalam Seminar Civil Engineering Week 2018 Universitas Pelita Harapan dengan tema “Peningkatan Daya Saing Konstruks Indonesia”, pada Kamis (06/04) di Jakarta. Pada kesempatan tersebut, Dirjen Bina Konstruksi mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama merupakan pilihan yang logis dan strategis dalam meningkatkan daya saing Indonesia sekaligus mengejar ketertinggalan.
DJBK-JAKARTA. Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarief Burhanuddin menjadi narasumber dalam Seminar Civil Engineering Week 2018 Universitas Pelita Harapan dengan tema “Peningkatan Daya Saing Konstruks Indonesia”, pada Kamis (06/04) di Jakarta. Pada kesempatan tersebut, Dirjen Bina Konstruksi mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama merupakan pilihan yang logis dan strategis dalam meningkatkan daya saing Indonesia sekaligus mengejar ketertinggalan.
Syarief menambahkan permasalahan yang belakangan terjadi tentang kecelakaan kerja mayoritas terjadi akibat kelalaian manusia. Untuk itu, sesuai Undang-Undang No. 02 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi saat ini bukan hanya menerapkan tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3)yang fokus pada pekerja konstruksi. Perlu juga menambahkan tentang Keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan Keberlanjutan (K4), dimana dalam K4 turut memperhatikan faktor non pekerja atau keberlanjutan setelah pembangunan berlangsung hingga pemeliharaan di sekitar lokasi proyek.
Sejak pembangunan infrastruktur yang terjadi sejak tahun 2015 hingga 2016, sudah terjadi kurang lebih 14 jenis kecelakaan konstruksi dan kegagalan bangunan. Dan tidak sedikit yang menelan korban hingga menyebabkan korban jiwa. Terakhir, terjadi kecelakaan pada proyek di kawasan pasar rumput Jakarta, yang menyebabkan non pekerja meninggal dunia.
“Sebenarnya kecelakaan dalam bidang konstruksi tidak terjadi hanya di Indonesia saja. Hal ini juga terjadi di beberapa negara seperti di USA, Thailand, Korea Selatan, India dan lain-lainnya. Bahkan kegagalan di USA saat forensic Engineering dilahikan terdapat 41% kecelakaan konstruksi terjadi akibat kesalahan desain, 36% terjadi akibat pelaksanaan/konstruksi, 16% akibat kurangnya perawatan dan 7% akibat lain-lainnya” Jelas Syarief
Semakin berkurangnya tenaga kerja ahli dan terampil bidang konstruksi, dimana minat mahasiswa untuk menjadi seorang engineering setiap tahun terus saja berkurang menjadi permasalahan tersendiri. Tidak hanya di tingkat Univesitas melainkan juga pada tingkat Sekolah Menengah Kejurua (SMK). “Padahal saat ini sektor konstruksi memerlukan tenaga kerja baik ahli maupun terampil yang sangat banyak.”Ungkap Syarief
Selain itu, kompetensi dan ketersediaan tenaga ahli yang relative rendah, aspek resiko yang belum diperhitungkan, ditambah peran konsultan perencana yang belum optimal. Dilapangan jumlah tenaga pengawas masih terbatas, pembagian peran dan tanggung jawab pengawas pun tidak optimal, di tambah remunerasi tenaga kerja konstruksi yang belum sesuai, peralatan dan material yang tidak sesuai spesifikasi dan belumnya menjalankan sistem operasional prosedur belum dijalankan sesuai aturan.
Sehingga kedepan, pengguna jasa harus turut memastikan detailed engineering design (DED) dengan memperhitungkan aspek resiko yang sesuai dengan kaidah-kaidah keteknikan. Melakukan metode pelaksanaan pekerjaan yang aman dan selamat, melibatkan seluruh tenaga ahli kedalam perencanaan yang memiliki kompetensi yang sesuai bidangnya dan membuktikan dengan sertifikat kompetensi dan menyusun risk assessment pada tahap awal pelaksanaan proyek.
Ditjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR telah menyusun strategi pembinaan sektor jasa konstruksi yang diharapkan mampu mengurangi angka kecelakaan konstruksi dengan meningkatkan kompetensi kontraktor, konsultan perencana dan pengawas, serta dengan mensinergikan pemangku kepentingan seperti penyedia jasa, peruguruan tinggi, Pemerintah dan masyarakat dalam rangka menjamin hasil konstruksi yang bermutu. (dri/tw)