DJBK – Sektor konstruksi merupakan generator pembangunan, ditunjukkan dengan kontribusinya 10,5 % dari PDB Nasional dan memiliki multiplier effect terhadap sektor lain. Tak hanya itu, pasar konstruksi Indonesia bahkan menjadi pasar terbesar di Asia Tenggara dan pasar nomor 4 terbesar di Asia, setelah China, Jepang dan India.
Dengan potensi yang demikian besar ternyata sektor konstruksi di Indonesia menghadapi kendala, salah satunya ketersediaan tenaga kerja konstruksi yang berkualitas yang bisa berakibat pada rendahnya daya saing konstruksi.
DJBK – Sektor konstruksi merupakan generator pembangunan, ditunjukkan dengan kontribusinya 10,5 % dari PDB Nasional dan memiliki multiplier effect terhadap sektor lain. Tak hanya itu, pasar konstruksi Indonesia bahkan menjadi pasar terbesar di Asia Tenggara dan pasar nomor 4 terbesar di Asia, setelah China, Jepang dan India.
Dengan potensi yang demikian besar ternyata sektor konstruksi di Indonesia menghadapi kendala, salah satunya ketersediaan tenaga kerja konstruksi yang berkualitas yang bisa berakibat pada rendahnya daya saing konstruksi.
“Sertikasi tenaga kerja konstruksi adalah kunci jawaban untuk meningkatkan daya saing sektor konstruksi. Untuk itulah saya mengajak rekan-rekan di Unit Organisasi di Kementerian PUPR terutama PPK dan Satker agar turut serta mengawasi agar dalam setiap pekerjaan proyek konstruksi menggunakan tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat”, demikian disampaikan Dirjen Bina Konstruksi Yusid Toyib pada Rapat Kerja Kementerian PUPR, Selasa (17/01) di Jakarta.
Sertifikasi kompetensi bagi tenaga kerja konstruksi adalah penting. Alasannya adalah : Yang pertama, bersertifikat bagian dari kewajiban atau mandat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri PUPR maupun dalam Kontrak Kerja. Apalagi dengan disetujuinya Undang-Undang Jasa Konstruksi yang baru pada tanggal 15 Desember oleh DPR RI dimana beberapa poin penting di dalamnya memuat : Kewajiban menggunakan tenaga kerja bersertifikat yang harus tertuang dalam kontrak kerja; Sanksi bagi Pengguna/Penyedia Jasa yang tidak mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat; Sertifikasi dilakukan LSP atau Lembaga Sertifikasi Profesi teregistrasi; LSP dibentuk oleh Asosiasi Profesi atau Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Terakreditasi; serta Tenaga Kerja Konstruksi wajib melakukan Registrasi Pengalaman Kerja;
Yang kedua, dengan bersertifikat, maka akan memberikan manfaat bagi banyak pihak, yaitu: Quality Assurance bagi Pengguna dan Penyedia Jasa; Bukti kompetensi dan perlindungan profesi; Jaminan keamanan dan lingkungan bagi masyarakat; dan Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja konstruksi.
“Namun kembali saya ingatkan bahwa tujuan bersertifikat jangan sampai didefinisikan sebagai sumber ekonomi bagi lembaga sertifikasi atau sekedar untuk pemenuhan syarat lelang”, tegas Dirjen Bina Konstruksi.
Kunci keberhasilan pembinaan konstruksi bukan hanya milik Ditjen Bina Konstruksi, melainkan tergantung para stakeholder yang memiliki peran masing-masing. Dengan demikian target tenaga kerja bersertifikat dapat tercapai melalui kerjasama Ditjen Bina Konstruksi dengan Unit Organisasi lain, dan juga dengan Asosiasi Badan Usaha Jasa Konstruksi, Pengembang, Pemerintah Daerah, dan seterusnya.
“Saya optimis jika semua kompak memberikan dukungan ke proyek untuk sertifikasi tenaga kerjanya, target 750.000 orang bersertifikat dapat terwujud”, ungkap Yusid Toyib.
Sebelumnya, pada pembukaan Rapat Kerja Kementerian PUPR yang mengambil tema Membangun Infrastruktur Menuju Pembangunan Berkeadilan, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyampaikan bahwa Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terus berupaya untuk membangun infrastruktur yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Pembangunan infrastruktur tidak hanya membangun fisik, tetapi juga harus dapat menghilangkan kesenjangan”, tegas Basuki.
Pembangunan infrastruktur juga ditujukan untuk menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Rapat Kerja dilakukan pada tanggal 16-17 Januari 2017 dengan agenda konsolidasi masing-masing unit Eselon I dan laporan capaian kerja serta arahan Menterin PUPR.
Turut menjadi narasumber Ketua KPK, Agus Raharjo. Dalam paparannya, Agus menekankan bahwa Kementerian PUPR harus dapat memperkuat sistem pencegahan korupsi yang sudah dilakukan sebelumnya. Ia juga mengemukakan apresiasinya terhadap kinerja Kementerian PUPR dibawah kepemimpinan Basuki Hadimuljono. (cha/har/tw)