Untuk membangun Infrastruktur, Pemerintah memerlukan dukungan dari seluruh stakeholder Konstruksi termasuk Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). “Pemerintah butuh LPJK, begitu juga sebaliknya. Kita harus saling memberi masukan untuk kemajuan sektor konstruksi”, demikian disampaikan Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin saat memberikan pengarahan pada Forum Pertemuan Dirjen Bina Konstruksi dengan Ketua LPJK Provinsi seluruh Indonesia, Kamis (7/12) di Tangerang.
Untuk membangun Infrastruktur, Pemerintah memerlukan dukungan dari seluruh stakeholder Konstruksi termasuk Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). “Pemerintah butuh LPJK, begitu juga sebaliknya. Kita harus saling memberi masukan untuk kemajuan sektor konstruksi”, demikian disampaikan Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin saat memberikan pengarahan pada Forum Pertemuan Dirjen Bina Konstruksi dengan Ketua LPJK Provinsi seluruh Indonesia, Kamis (7/12) di Tangerang.
Untuk itulah Pemerintah menaruh harapan besar kepada LPJK agar menjadi motor penggerak peningkatan kompetensi tenaga kerja Konstruksi. Sebagaimana amanat UUJK no.2 tahun 2017 bahwa setiap tenaga kerja Konstruksi yang bekerja di bidang jasa konstruksi harus bersertifikat.
“LPJK jangan hanya fokus pada sertifikasi dan registrasi saja, tapi juga pelatihan untuk menghasilkan SDM Konstruksi yang berkualitas. Sehingga sertifikat bukan untuk alat kemenangan tapi untuk alat bukti kemampuan”, ujar Syarif.
Tidak hanya itu, mengingat bahwa Ketua LPJK Provinsi dilantik oleh gubernur sedangkan Pengurus LPJK Nasional dilantik oleh Menteri PUPR, jangan berimbas pada perbedaan standar untuk sertifikasi. Seyogyanya, sertifikat yang dikeluarkan oleh LPJK Provinsi satu dengan lainnya sama dan dapat dipergunakan di seluruh provinsi. Bahkan di masa mendatang diakui pula di seluruh dunia.
Syarif Burhanuddin mengingatkan bahwa dengan adanya MEA, tenaga kerja Konstruksi nasional bersaing langsung dengan tenaga kerja asing. Sedangkan jumlah tenaga kerja Konstruksi nasional yang sudah bersertifikat baru sekitar 10 Persen dari total sekitar 7 juta tenaga kerja. Dan kemampuan Pemerintah mencetak tenaga kerja Konstruksi bersertifikat, hanya lebih kurang 30 sampai dengan 50 ribu tenaga kerja Konstruksi per tahun.
Jumlah tersebut sangat kurang dibandingkan kebutuhan tenaga kerja Konstruksi untuk pembangunan infrastruktur. “Jangan sampai justru kesempatan ini diambil oleh tenaga kerja asing, untuk itu LPJK dan seluruh stakeholder Konstruksi harus bahu membahu membantu tugas ini”, tegas Syarif.
Pada forum ini Dirjen Bina Konstruksi berkesempatan menerima aspirasi dari ketua lpjk provinsi terkait pelaksanaan pembinaan sektor konstruksi, diantaranya seperti : belum semua provinsi memiliki perangkat daerah yang memadai untuk bidang Jasa Konstruksi, perlunya pembekalan tentang hukum kontrak konstruksi, masih rendahnya pelaksanaan K3, perlunya ketegasan Pokja pada pelaksanaan proyek konstruksi, bedan seterusnya.(tw)