Sekjen PUPR : Pedoman K3 Harus Masuk Dalam Kontrak Kerja

Penerapan Peraturan Menteri PUPR Nomor 5/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dianggap masih lemah karena masih banyak terjadi kecelakaan kerja di lingkungan proyek konstruksi. Sebagai upaya untuk meningkatkan penerapan dilapangan, maka pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang telah tertuang di dalam Peraturan Menteri tersebut dinilai perlu dituangkan di dalam kontrak kerja konstruksi.

Penerapan Peraturan Menteri PUPR Nomor 5/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dianggap masih lemah karena masih banyak terjadi kecelakaan kerja di lingkungan proyek konstruksi. Sebagai upaya untuk meningkatkan penerapan dilapangan, maka pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang telah tertuang di dalam Peraturan Menteri tersebut dinilai perlu dituangkan di dalam kontrak kerja konstruksi.

Dengan langkah tersebut juga diharapkan target Zero Accident di lingkungan kegiatan proyek konstruksi dapat tercapai.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian PUPR, Taufik Widjoyono mewakili Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono dalam acara seminar nasional bertema Peningkatan Budaya K3 Dalam Pembangunan Infrastruktur Untuk Negeri di Kantor Kementerian PUPR, Kamis (11/2) mengatakan bahwa untuk membangun infrastruktur yang handal dan berkelanjutan, juga harus melalui proses pembangunan yang mengutamakan keselamatan pekerja. Sebagai upaya untuk meningkatkan budaya keselamatan, telah diterbitkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 5/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

Namun Taufik mempertanyakan, apakah di lapangan menggunakan alat keselamatan sudah menjadi kebiasaan? “Karena selama ini regulasi hanya sekedar regulasi tapi tidak diterapkan dalam perilaku,” katanya.

Menurutnya, agar regulasi tersebut berjalan efektif dan diterapkan dengan baik di lapangan maka pedoman K3 tersebut harus dimasukkkan ke dalam pasal-pasal kontrak. Sehingga jika ada penyelanggara pekerja konstruksi yang melanggar dapat dikenai sanksi.

“Dengan begitu diharapkan pelaksanaan K3 di lapangan akan meningkat,” katanya.

Ia berpandangan bahwa jika bicara soal keselamatan ini terkait dengan attitude atau budaya keselamatan karena akan aneh kalau bekerja tanpa budaya keselamatan. Kalau masih ada yang merasa aneh menggunakan alat keselamatan maka pekerja konstruksi tersebut belum menjalankan budaya keselamatan dan artinya ini belum ada kebudayaan keselamatan.

Langkah lainnya untuk meningkatkan penerapan K3 adalah mengintensifkan pengawasan. Karena selama ini pengawasan baru dilakukan jika ada kejadian.

Sepertinya kejadian kecelakaan kerja dan kegagalan konstruksi yang telah terjadi, misalnya runtuhnya ruko Cendrawasih Permai Samarinda yang terdiri dari dua lantai yang terjadi pada 2014. Runtuhnya hanggar bandar udara Sultan Hasanudin Makassar pada 2015, runtuhnya jembatan Pulau Dompak Tanjung Pinang pada Oktober 2015 dan runtuhnya jembatan bypass Banyumulek Lombok pada Oktober 2015.

Untuk mendukung pembiayaan SMK3, Menteri PUPR menerbitkan Surat Edaran Nomor 66/2015 tentang Biaya Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi. Surat Edaran yang merupakan turunan dari Peraturan Menteri PUPR Nomor 5/2014 tersebut lahir karena adanya kecenderungan beberapa kecelakaan kerja terjadi akibat tidak adanya biaya SMK3 yang seharusnya tercantum dalam biaya umum/keuntungan.

Misalnya, crane jatuh karena tidak segera dipindahkan akibat tidak ada atau kurangnya biaya perawatan peralatan, kurangnya kontrol/pengecekan peralatan konstruksi, kurangnya Alat Pengaman Diri (APD) yang seharusnya dipakai pekerja kosntruksi.

Dalam acara tersebut turut hadir Staff Khusus Menteri PUPR Firdaus Ali, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Yusid Toyib, Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Darda Daraba dan kepala-kepala Dinas PU provinsi. Dalam acara tersebut juga menghadirkan peragaan penggunaan Alat Pengaman Diri (APD) mulai dari penggunaan helm, rompi keselamatan, sabuk pengaman, sarung tangan dan sepatu keselamatan. 

Berdasarkan data yang disampaikan oleh Staff Khusus Menteri PUPR, Firdaus Ali, pada 2012 selama 264 hari kerja, per harinya ada orang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja. Kemudian ada 17 jiwa mengalami cacat fungsi per harinya dan cacat sebagaian mencapai 10 jiwa per harinya.

“Saya hanya menyampaikan data 2012 karena data 2013-nya belum ada,” katanya. (gt)

SEBARKAN ARTIKEL INI!