Pentingnya mengutamakan komponen tingkat kandungan dalam negeri pada proyek infrastruktur menjadi pembahasan dalam kegiatan Seminar Temu Usaha Nasional Industri Baja dan Jasa Konstruksi. Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin menjadi narasumber kegiatan yang dilaksanakan pada Kamis (19/4) di Jakarta.
Pentingnya mengutamakan komponen tingkat kandungan dalam negeri pada proyek infrastruktur menjadi pembahasan dalam kegiatan Seminar Temu Usaha Nasional Industri Baja dan Jasa Konstruksi. Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin menjadi narasumber kegiatan yang dilaksanakan pada Kamis (19/4) di Jakarta.
Syarif menyampaikan paparannya mengenai Implementasi dan Pengawasan TKDN dalam Pembangunan Infrastruktur Nasional. Penggunaan baja di bidang konstruksi sekitar 78% dari seluruh konsumsi baja nasional. Angka tersebut dijabarkan 40% untuk pekerjaan infrastruktur dan 38% non-infrastruktur.
Namun saat ini industri baja Indonesia dihadapkan pada tantangan salah satunya beredarnya baja konstruksi impor yang lebih murah sehingga utilitas produksi baja konstruksi dalam negeri tidak optimal. Syarif menyampaikan bahwa kedepannya nanti dengan bermunculannya usaha-usaha industri baja yang baru diharapkan dapat memenuhi dan bahkan melebihi permintaan baja konstruksi yang ada.
“Bagaimana kompetisi baja menjadi sehat, harus ada keberpihakan terhadap industri dalam negeri tapi tidak menutup diri dari luar negeri.”, ujar Syarif.
Hal ini diperkuat dalam Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi bahwa kegiatan usaha jasa konstruksi didukung dengan usaha rantai pasok sumber daya konstruksi yang diutamakan berasal dari produksi dalam negeri. Selain itu, industri baja Indonesia juga diharapkan dapat menjaga kualitas baja sehingga dapat bersaing dengan industri di negara lain.
Syarif menyimpulkan bahwa diperlukan penegasan dan pengawasan implementasi SNI wajib untuk menghindari penyelewengan penggunan baja konstruksi non standar. Selain itu juga Industri baja nasional harus mampu memproduksi kebutuhan baja konstruksi dengan permintaan pasar untuk aplikasi konstruksi khusus baja mutu tinggi (high strenght steel).
Pembatasan impor baja yang sudah mampu diproduksi di dalam negeri, serta penerapan TKDN dan P3DN khususnya dalam pengadaan material baja konstruksi di berbagai proyek Pemerintah juga dianggap dapat menjawab tantangan industri baja Indonesia. (cha/tw)