KEMENTERIAN PUPR BERSAMA STAKEHOLDERS KONSTRUKSI BAHU MEMBAHU CIPTAKAN SDM KONSTRUKSI BERKUALITAS

DJBK-JAKARTA. Direktur Jenderal Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin mewakili Menteri PUPR Basuki Hadimuljono membuka sekaligus memberikan sambutan pada acara Rapat Koordinasi Nasional Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), Sabtu (08/12) di Jakarta. Dalam sambutannya Dirjen Bina Konstruksi mengatakan, LPJK sebagai Lembaga yang menjalankan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat, memiliki peranan penting dalam menjamin ketersediaan Badan Usaha dan Tenaga Kerja konstruksi yang kompeten, professional dan produktif.

“LPJK adalah mitra Pemerintah untuk menghasilkan Sumber Daya Konstruksi yang berkualitas, terutama tenaga kerja yang bersertifikat. Meskipun demikian peranan-peranan lain tidak kalah penting dan saya harap LPJK terus meningkatkan kinerjanya”, ujar Syarif.

Lima peranan penting yang menjadi tugas utama LPJK antara lain : pertama melakukan akreditasi asosiasi BUJK, asosiasi rantai pasok, asosiasi profesi ; kedua registrasi pengalaman BUJK, penilai ahli, tenaga kerja, pengalaman professional tenaga kerja dan lembaga diklat bidang konstruksi ; ketiga menetapkan penilai ahli yang teregistrasi saat terjadi kegagalan bangunan ; keempat membentuk dan memberikan lisensi bagi Lembaga Profesi (LSP) ; terakhir yaitu penyetaraan tenaga kerja asing.

Lima tugas utama tersebut merupakan hulu dari penyelenggaraan konstruksi yang menjadi critical point untuk dapat mewujudkan mutu konstruksi yang handal dan berkualitas. Hal tersebut diperlukan guna mendukung agenda pembangunan infrastruktur yang masif, serta upaya pemerintah dalam mengembangkan jasa konstruksi yang berkualitas telah dilaksanakan melalui penyempurnaan pengaturan jasa konstruksi yang tertuang dalam UU No.2 Tahun 2017.

Transformasi sektor konstruksi menuntut adanya penyempurnaan tatanan organisasi dan tata kelola keuangan lembaga. Kedepan kepengurusan lembaga akan di tetapkan Pemerintah setelah mendapatkan persetujuan dari DPR. Lembaga yang bernama LPJK diusulkan dari unsur asosiasi perusahaan yang terakreditasi, asosiasi profesi yang terakreditasi, institusi pengguna jasa konstruksi yang memenuhi kriteria dan pengurusan tinggi atau pakar,atau asosiasi rantai pasok.

Asosiasi yang dapat mengusulkan harus memenuhi persyaratan diantaranya jumlah dan sebaran anggota, sarana dan prasarana di pusat dan daerah, pemberdayaan anggota dan ketentuan lain sesuai perundang-undangan. Perubahan tersebut ditujukan untuk menciptakan lembaga mandiri, professional, dan produktif.

Perubahan mendasar dalam tata kelola keuangan lembaga adalah sumber pendanaan lembaga yang berasal dari alokasi anggaran pemerintah dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas pemanfaatan pendapatan dari masyarakat. Dimana, melalui PNBP menuntut profesionalitas dan integritas yang tinggi dari seluruh elemen lembaga.

“Apresiasi setingi-tingginya juga di sampaikan Menteri PUPR kepada LPJK yang telah menginisiasi sistem sertifikasi tenaga kerja digital Terobosan-terobosan seperti ini sangat baik untuk menghindari hal-hal negatif dalam penerbitan sertifikasi, memudahkan dan cepat digunakan oleh pemilik sertifikat, tidak membutuhkan autentikasi dan legalisir ulang dan paperless sehingga ramah lingkungan.” Ungkap Syarif

Pada kesempatan yang sama Direktur Jenderal Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin memaparkan tentang Program Pembinaan Konstruksi Kementerian PUPR di TA 2019. Dimana diingatkan kembali Presiden RI Joko Widodo dalam sambutannya pada kegiatan Sertifikasi tenaga kerja konstruksi pada 31 Oktober 2018, mengatakan bahwa tahun 2019 pemerintah fokus melakukan pembinaan Sumber Daya Manusia termasuk sektor konstruksi.

“Untuk mengimbangi besarnya pembangunan infrastruktur dibutuhkan kesiapan rantai pasok konstruksi, kesiapan material dan peralatan, kesiapan teknologi dan kesiapan kompetensi dan jumlah SDM yang memadai”Jelas Syarif

Syarif menjelaskan bahwa kapasitas SDM adalah kunci keberhasialan penyelenggaraan infrastruktur, SDM konstruksi yang terlibat mulai tahap perencanaan, pelaksanaan/pembangunan, hingga pengawasan haruslah kompeten dan bersertifikat. Selain menyiapkan tenaga kerja terampil dan tenaga kerja ahli, mulai saat ini diperlukan tenaga kerja yang memiliki kemampuan maintenance terhadap pembangunan-pembangunan yang telah dilakukan.

Di tahun 2019, kuantitas dalam skema kerjasama antara Pemerintah dan stakeholder harus gencar dilakukan untuk mencapai target 3 Juta tenaga bersertifikat. Serta meningkatkan kualitas tenaga ahli dan terampil dan meningkatkan program vokasional tenaga kerja konstruksi. (dri/tw)

SEBARKAN ARTIKEL INI!