Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin menghadiri Sidang Uji Materiil perkara nomor 70/-PUU-XVI/2018 terkait Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang jasa konstruksi terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Selasa (13/11) di Jakarta, dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli dan Saksi dari Pemohon. Sidang ini merupakan sidang lanjutan yang dilaksanakan di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pada tanggal 22 Oktober 2018, yang pada saat itu agendanya adalah mendengarkan keterangan Presiden.
Pada sidang tanggal 22 Oktober 2018 tersebut disampaikan oleh perwakilan dari Pemerintah bahwa registrasi sertifikat kompetensi kerja maupun sertifikat badan usaha jasa konstruksi merupakan pendataan dan pencatatan dalam rangka pembinaan jasa konstruksi yg merupakan kewenangan pemerintah. Selain itu, pembentukan ‘lembaga’ oleh Menteri sebagaimana tertuang pada UU nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, merupakan wujud tanggung jawab pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat secara akuntabel dan bertanggungjawab.
Ahli dan saksi yang dihadirkan oleh Pemohon, yang dalam hal ini diberikan kuasa kepada Muhammad Asrun, antara lain : sebagai Ahli : Dian Puji Simatupang dan Jimmy S Juwana, sedangkan sebagai Saksi : Tubagus A. Rifaat dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi (LPJKP) Lampung dan Subhan Syarief dari LPJKP Kalimantan Selatan. Dalam keterangan yang diberikan oleh Dian Puji, disampaikan bahwa ada kekuatiran jika Peraturan Pelaksana (PP) dari Undang-Undang Jasa Konstruksi nomor 2 tahun 2017 nanti telah selesai, akan membatasi tugas dan wewenang dari LPJK Provinsi, dan lebih banyak memberikan porsi kepada Pemerintah.
Menurut Dian, fungsi pemerintah dapat dilakukan dengan Sembilan cara antara lain : oleh administrasi Negara sendiri, badan hukum tertentu, oleh orang atau badan hukum yang diberikan wewenang melalui delegasi peraturan perundang-undangan, dan seterusnya. “Pendelegasian tersebut dapat dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat, yang pada hakekatnya adalah menjalankan fungsi pemerintahan dengan cara administrasi pemerintahan memperoleh dukungan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, serta agar masyarakat mewujudkan tatanan yang dicita-citakan bersama”, ujar Dian.
Sedangkan Jimmy Juwana menyampaikan bahwa sertifikasi selama ini disinyalir kurang bermutu karena oknum-oknum yang kurang bertanggungjawab, sehingga permasalahan bukan di Lembaga, tetapi lebih kepada ‘manusia’nya.
“Selain itu, apakah Undang-Undang nomor 2 tahun 2017 dapat memenuhi tujuan dari alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam lingkup yang lebih kecil yaitu jasa konstruksi, dalam hal melindungi masyarakat jasa konstruksi, memajukan kesejahteraan para pemangku kepentingan jasa konstruksi, mencerdaskan pengguna dan penyedia jasa konstruksi, dan apakah memberikan sumbangsih bagi tertibnya kegiatan jasa konstruksi yang melibatkan pemangku kepentingan juga dari mancanegara ? ”, ungkap Jimmy.
Sementara itu menurut keterangan saksi, Subhan, sejak awal pelaksanaan tugas di LPJKP Kalimantan Selatan telah berjalan dengan baik. Namun setelah Undang-Undang nomor 2 tahun 2017 disahkan, terjadi sesuatu yang menyebabkan kemunculan berbagai persepsi. Salah satu contohnya adalah saat pelaksanaan berbagai kegiatan lembaga yang tengah berjalan namun kemudian turun surat dari Pemerintah yang menyatakan bahwa tugas lembaga (LPJKP) hanya melaksanakan sertifikasi dan registrasi. Dampaknya adalah beberapa program dan kegiatan yang tengah dijalin dengan pihak lain seperti Perguruan Tinggi, Badan diklat dan lain-lain menjadi kurang jelas.
Menanggapi keterangan ahli dan para saksi, Majelis Hakim pada intinya mempertanyakan kembali apakah dapat diambil kesimpulan secara legal jika tuntutan adalah berdasarkan kekuatiran dan Peraturan Pelaksana yang bahkan belum ada. Sidang akan dilanjutkan kembali pada 4 Desember 2018, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan keterangan ahli dari Pemerintah, DPR, dan tambahan keterangan saksi dan ahli dari Pemohon.
Pihak-pihak penggugat perkara nomor 70/-PUU-XVI/2018 terkait Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang jasa konstruksi terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu : Lembaga (LPJKP Aceh), Lembaga (LPJKP Banten), Lembaga (LPJKP Gorontalo), Lembaga (LPJKP Lampung), Lembaga (LPJKP Kalimantan Selatan), Lembaga (LPJKP Kalimantan Timur), Lembaga (LPJKP Nusa Tenggara Timur), dan Lembaga (LPJKP Jambi).
Turut hadir dari pihak Pemerintah pada sidang ini : Kepala Biro Hukum Kementerian PUPR, Plt Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan, Direktur Bina Investasi Infrastruktur, Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Direktur Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi, Direktur Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi, dan Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan. (tw)